Kamis, 19 April 2012

PENANGANAN CYBER CRIME OLEH POLRI

KELOMPOK I
KELAS D
TK III / DEN 44 WB


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
  Pasa saat ini, teknologi informasi dan komunikasi  mengalami perkembangan   yang  sangat  pesat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai bentuk inovasi teknologi yang salah   satunya adalah internet atau interconnected network. Internet merupakan   teknologi digital hasil dari konvergensi   antara   teknologi   telekomunikasi, media dan informasi. Keberadaan internet ini dimanfaatkan oleh masyarakat dunia dari berbagai kalangan untuk berbagai kegiatan, seperti mencari informasi, mengirim informasi dan melakukan kegiatan bisnis atau non  bisnis. Kegiatan ini dikenal sebagai kegiatan telematika (cyber activities). Di dalam cyber activities peran teknologi sangat besar, karena semakin tinggi teknologin yang dimiliki maka semakin besar  pula peluang masyarakat untuk menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari. Pengguna internet terbagi menjadi 2 yaitu pengguna aktif dan pengguna pasif. Pengguna pasif adalah pengguna yang hanya membuka web pages di internet tanpa melakukan interaksi baik dengan administrasi atau pengguna internet lainnya. Sedangkan pengguna internet aktif adalah pengguna yang melakukan interaksi dengan administrator atau dengan pengguna internet lainnya, sebagai contoh pengguna aktif adalah belanja online, mengirim e-mail, dsb.
Pengguna aktif dapat menggunakan internet sebagai kejahatan telematika ( cyber crime). Cyber crime adalah kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan media internet, sebagai contoh adalah hacking atau berusaha menyadap transmisi data orang lain seperti e-mail dan memanipulasi data dengan menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam progammer komputer, ada juga carding yang mana mengambil data atau mencuri data kartu yang dimiliki nasabah suatu bank untuk dapat mengambil uang yang dimiliki nasabah demi keuntungan pribadi atau kelompok. Sehingga dalam kejahatan komputer terdapat delik formil dan delik materiil.


Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materiil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan memberikan informasi tambahan mengenai penanganan cyber crime yang dilakukan oleh polri khususnya peranan reserse dalam menangani tindak pidana cyber crime.


B.       Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai cyber crime dan peranan reserse dalam menangani tindak pidana cyber crime.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui kejahatan telematika (cyber crime) yang terjadi saat ini.
2.    Untuk mengetahui peranan fungsi reserse di kepolisian dalam menangani tindak pidana cyber crime.


C.    Identifikasi masalah
Berdasarkan pada penjabaran latar belakang diatas, maka dapat kita lihat bahwa dalam perkembangan informasi dan teknologi terdapat ketidaksesuaian antara manfaat yang diberikan oleh perkembangan teknologi dengan perilaku pengguna yang terjadi pada kenyataannya sehingga menimbulkan suatu tindak pidana cyber crime yang mana merugikan orang lain sebagai pengguna yang baik, dan karena hal tersebut maka terdapat permasalahan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini yaitu:
Ø  Bagaimana peran fungsi reserse di kepolisian dalam menangani tindak pidana cyber crime ?





BAB II
PEMBAHASAN

Cyber Crime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengidentikan cyber crime dengan computer crime. The U.S. Department of Juctice memberikan pengertian computer cime sebagai : “ any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”. Dalam tulisannya Andi Hamzah (1989) berkata bahwa, “ Aspek-aspek Pidana di bidang komputer”, mengartikan kejahatan computer sebagai : “kejahatan di bidang computer secara umum dapat diartikan sebagai pengguna komputer secara illegal. Dari beberapa definisi diatas, secara singkat dapat dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet sebagai media utama yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

Dalam kasus ini maka tentunya kita akan sulit melacak untuk menemukan siapa orang yang melakukan kejahatan tersebut, tetapi bukan tidak mungkin pelakunya dapat ditemukan. Bentuk cyber crime yang pada umumnya dikenal oleh masyarakat dibedakan menjadi 3 (tiga) klasifikasi umum, yaitu :
a.    Kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer
Ø  Illegal acces (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer)
Ø  Data Interference (mengganggu data komputer)
Ø  System interference (mengganggu system komputer)
Ø  Illegal interception in the computers, system, and computers network operation (intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem, dan jaringan operasional komputer).
Ø  Data Theft (mencuri data)
Ø  data leakage dan espionage (membocorkan data dan memata-matai)
Ø  Misuse of devices (menyalahgunakan peralatan komputer)


b.    Kejahatan dunia maya yang menggunakan komputer sebagai alat kejahatan
Ø  Credit card fraud (penipuan kartu kredit)
Ø  Bank fraud (penipuan terhadap anak)
Ø  Identity theftandfraud (pencurian identitas dan penipuan)
Ø  Service offered fraud (penipuan melalui penawaran suatu jasa)
Ø  Computer related fraud (penipuan melalui komputer)
Ø  Computer related forgery (pemalsuan melalui komputer)
Ø  Computer related bitting (perjudian melalui komputer)
Ø  Computer related extortion and threats (pemasaran dan pengancaman melalui melalui computer)

c.    Kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan isi atau muatan data atau sistem komputer.
Ø  Child pornography (pornografi anak)
Ø  Infringements of copyright and related rights (pelanggaran terhadap  hak cipta dan hakp-hak terkait.
Ø  Drug trafficker (perdaran narkoba), dsb

Dengan demikian maka cyber crime merupakan sebuah tindak pidana yang mana telah melanggar hukum pidana yang menjadi ranah kerja polisi, sehingga sudah menjadi tugas dan kewajiban bagi kepolisian untuk menangani kasus cyber crime yang terjadi khususnya fungsi reserse yang bertindak dalam bidang represif dimana berfungsi menindak setiap tindak pidana atau kejahatan yang terjadi di masyarakat sehingga mengganggu dan merusak situasi kamtibmas yang ada.

Fungsi Reserse dalam kepolisian memiliki peranan dalam menangani cyber crime dengan dasar hukum yang kuat sehingga terbentuk satuan cyber crime dimana dasarnya adalah Keputusan Kapolri Nomor : KEP / 54 / X / 2002 tanggal 17 Oktober 2002 yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, terutama kegiatan penyidikan yang berhubungan dengan teknologi informasi, telekomunikasi, serta transaksi elektonik.

Adapun peran reserse yang khususnya dilaksanakan oleh satuan cyber crime dalam menangani kasus tindak pidana cyber crime yaitu :
a.    Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan Transaksi elektronik.       ( Carding, Money laundering, Pasar Modal, Pajak, Perbankan, Dll)
b.    Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tehnologi komunikasi dan Informasi ( Penyadapan Telepon, Penyalahgunaan Voip, Penipuan Melalui Ponsel)
c.    Penyelidikan kejahatan yang menggunakan Fasilitas Internet (Cyber Gambling, Cyber terrorism,Cyber Fraud Cyber sex, Cyber Narcotism, Cyber Smuggling, Cyber attacks on critical infrastructure, Cyber Balckmail, Cyber Threatening, pencurian data, pencemaran nama baik, dll )
d.    Penyidikan Kejahatan Komputer ( Masuk ke System secara Illegal, Ddos attack, Hacking,Tracking, Phreacing, Membuat dan menyebarkan yang bersifat merusak) , Malicous Code al viruses, Worm, Rabbits,Trojan, dll
e.    Penyidikan kejahatan yang berhubungan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI ( Pirated Software, rekaman Suara, Merubah tampilan Website )

Dalam melaksanakan tugas dan peranannya maka fungsi reserse khususnya satuan cyber crime mendasari beberapa undang – undang yang terkait dengan tindak pidana cyber crime yang mana salah satunya sebagai pedoman alat bukti dalam pasal 184 KUHAP dimana alat – alat bukti ialah :
·         Keterangan saksi
·         Keterangan ahli
·         Surat
·         Petunjuk
·         Keterangan terdakwa







         Kemudian ada juga beberapa undang – undang  yang terkait  dengan tindak pidana cyber crime di Indonesia yang di ungkapkan oleh Kombes Pol Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M yaitu
a.     Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
 1)   Pasal  362   KUHP   yang   dikenakan untuk   kasus  carding dimana pelaku   mencuri   nomor   kartu kredit    milik   orang   lain   walaupun  tidak   secara    fisik   karena  hanya  nomor      kartunya   saja   yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce.   Setelah dilakukan   transaksi  dan   barang dikirimkan,   kemudian   penjual yang   ingin mencairkan      uangnya   di   bank    ternyata   ditolak   karena pemilik    kartu   bukanlah    orang  yang melakukan transaksi.
2)   Pasal  378   KUHP dapat   dikenakan  untuk    penipuan    dengan    seolah olah    menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang  tertarik   untuk    membelinya lalu  mengirimkan     uang    kepada  pemasang      iklan.   Tetapi,   pada kenyataannya,   barang   tersebut  tidak   ada.   Hal   tersebut  diketahui  setelah   uang   dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
3)  Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail  yang   dikirimkan oleh   pelaku   untuk   memaksa korban   melakukan   sesuatu   sesuai  dengan   apa   yang   diinginkan   oleh pelaku   dan   jika   tidak dilaksanakan   akan   membawa dampak yang   membahayakan.  Hal   ini   biasanya   dilakukan   karena  pelaku   biasanya   mengetahui rahasia korban.



4)   Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media     Internet. Modusnya     adalah     pelaku   menyebarkan  email     kepada     teman-teman     korban tentang   suatu   cerita   yang tidak   benar   atau   mengirimkan email  ke   suatu  mailing   list  sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5)   Pasal   303  KUHP     dapat   dikenakan  untuk    menjerat   permainan     judi  yang   dilakukan   secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6)    Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk   menindak pelakunya karena   mereka  melakukan pendaftaran domain tersebut diluar   negri dimana pornografi yang menampilkan orangdewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
7)   Pasal   282   dan   311   KUHP   dapat  dikenakan   untuk   kasus penyebaran   foto   atau   film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8)    Pasal   378   dan   262   KUHP   dapat  dikenakan   pada   kasus carding,  karena   pelaku   melakukan penipuan   seolah-olah   ingin membeli   suatu   barang   dan membayar   dengan  kartu kreditnya   yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9)    Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang    lain,  seperti  website  atau  program      menjadi    tidak  berfungsi  atau   dapat    digunakan sebagaimana mestinya.

b.  Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut     Pasal   1   angka   (8)  Undang-  Undang   No   19   Tahun   2002  tentang   Hak  Cipta, program   computer  adalah   sekumpulan   intruksi   yang   diwujudkan   dalam   bentuk   bahasa,   kode, skema ataupun  bentuk lain   yang apabila digabungkan dengan  media   yang dapat dibaca dengan komputer  akan  mampu   membuat komputer bekerja untuk melakukan


fungsi-fungsi khusus atau untuk   mencapai     hasil  yang   khusus,  termasuk     persiapan   dalam  merancang      intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program computer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/ software  yang   sangat   mahal   bagi   warga negara   Indonesia   merupakan peluang   yang  cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga  Rp20.000,00.   Penjualan   dengan harga   sangat   murah   dibandingkan  dengan software  asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak   lebih  dari  Rp  5.000,00    perkeping. Maraknya pembajakan  software    di  Indonesia    yang terkesan   “dimaklumi”      tentunya   sangat  merugikan    pemilik    hak  cipta.  Tindakan   pembajakan program komputer   tersebut   juga   merupakan tindak   pidana   sebagaimana   diatur  dalam   Pasal   72 ayat   (3)   yaitu “Barang   siapa dengan   sengaja   dan tanpa   hak   memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial  suatu   program computer dipidana   dengan  pidana   penjara paling   lama  5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.

c.     Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikas adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam  bentuk tanda-tanda,   isyarat, tulisan, gambar, suara, dan  bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau system elektromagnetik lainnya. Dari definisi  tersebut,  makab Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena   dapat  mengirimkan  dan menerima  setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan   sanksi  dengan   menggunakan   Undang-Undang   ini,   terutama   bagi   para hacker  yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain  sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa


Hak, tidak sah atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila     anda    melakukan     hal  tersebut   seperti   yang   pernah   terjadi  pada   website    KPU  www.kpu.go.id, maka   dapat   dikenakan  Pasal  50 yang   berbunyi   “Barang   siapa   yang  melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak                            Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

d.     Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan  dikeluarkannya  Undang-Undang No. 8  Tahun    1997 tanggal    24  Maret   1997 tentang Dokumen   Perusahaan,   pemerintah berusaha   untuk   mengatur pengakuan  atas mikrofilmdan   media    lainnya   (alat  penyimpan  informasi     yang   bukan    kertas  dan mempunyai   tingkat pengamanan  yang   dapat menjamin   keaslian dokumen   yang   dialihkan atau  ditransformas ikan. Misalnya  Compact   Disk - Read   Only   Memory  (CD - ROM),   dan  Write -  Once - Read  - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

e.   Undang-Undang   No   25   Tahun 2003   tentang   Perubahan   atas Undang-Undang   No.   15   Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang ini  merupakan  Undang-Undang  yang    paling  ampuh  bagi  seorang penyidik   untuk mendapatkan   informasi   mengenai tersangka   yang   melakukan   penipuan  melalui internet,   karena   tidak memerlukan   prosedur   birokrasi   yang panjang   dan   memakan   waktu   yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk  memberikan  identitas dan   data perbankan  yang    dimiliki   oleh  tersangka     tanpa  harus mengikuti     peraturan      sesuai   dengan      yang   diatur  dalam     Undang-Undang


Perbankan. Dalam Undang-Undang   Perbankan  identitas   dan   data   perbankan merupakan   bagian   dari   kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus dilakukan   adalah  mengirimkan   surat     dari   Kapolda   ke   Kapolri   untuk diteruskan   ke   Gubernur Bank  Indonesia. Prosedur   tersebut memakan   waktu   yang   cukup   lama untuk   mendapatkan   data dan  informasi   yang   diinginkan. Dalam   Undang-Undang   Pencucian Uang   proses   tersebut   lebih cepat  karena   Kapolda   cukup   mengirimkan  surat   kepada   Pemimpin   Bank Indonesia   di   daerah tersebut    dengan  tembusan   kepada  Kapolri   dan Gubernur        Bank   Indonesia,     sehingga  data   dan informasi   yang   dibutuhkan lebih   cepat   didapat   dan memudahkan  proses  penyelidikan terhadap pelaku,   karena   data   yang  diberikan   oleh   pihak   bank, berbentuk:   aplikasi   pendaftaran,  jumlah rekening   masuk   dan   keluar  serta   kapan   dan   dimana   dilakukan transaksi   maka   penyidik   dapat menelusuri       keberadaan      pelaku   berdasarkan   data  –   data    tersebut.  Undang-Undang  ini   juga mengatur  mengenai   alat   bukti  elektronik  atau digital   evidence  sesuai   dengan   Pasal 38   huruf   b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme  Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti  elektronik      sesuai   dengan   Pasal  27  huruf   b   yaitu   alat   bukti   lain berupa   informasi  yang diucapkan,  dikirimkan,   diterima,   atau   disimpan  secara   elektronik   dengan   alat optic  atau   yang berupa dengan itu.  Digital   evidence   atau    alat  bukti  elektronik      sangatlah    berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya  dilakukan   dengan   memanfaatkan fasilitas di Internet   untuk menerima  perintah  atau  menyampaikan  kondisi  di   lapangan     karena    para   pelaku mengetahui pelacakan  terhadap  Internet     lebih   sulit  dibandingkan    pelacakan     melalui      handphone.    Fasilitas   yang   sering           



digunakan adalah  e-mail    dan    chat     room   selain   mencari       informasi     dengan menggunakan  search   engine  serta melakukan   propaganda   melalui bulletin   board  atau  mailing list.



                                                                         



























BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Cyber Crime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet dan polisi memiliki tanggung jawab menangani hal tersebut sehingga di bentuk satuan cyber crime dalam fungsi reserse berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor : KEP / 54 / X / 2002 tanggal 17 Oktober 2002 yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, terutama kegiatan penyidikan yang berhubungan dengan teknologi informasi, telekomunikasi, serta transaksi elektonik . Peran satuan cyber crime dalam fungsi reserse adalah :
a.    Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan Transaksi elektronik.       ( Carding, Money laundering, Pasar Modal, Pajak, Perbankan, Dll)
b.    Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tehnologi komunikasi dan Informasi ( Penyadapan Telepon, Penyalahgunaan Voip, Penipuan Melalui Ponsel)
c.    Penyelidikan kejahatan yang menggunakan Fasilitas Internet (Cyber Gambling, Cyber terrorism,Cyber Fraud Cyber sex, Cyber Narcotism, Cyber Smuggling, Cyber attacks on critical infrastructure, Cyber Balckmail, Cyber Threatening, pencurian data, pencemaran nama baik, dll )
d.    Penyidikan Kejahatan Komputer ( Masuk ke System secara Illegal, Ddos attack, Hacking,Tracking, Phreacing, Membuat dan menyebarkan yang bersifat merusak) , Malicous Code al viruses, Worm, Rabbits,Trojan, dll
e.    Penyidikan kejahatan yang berhubungan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI ( Pirated Software, rekaman Suara, Merubah tampilan Website )
Kemudian beberapa undang – undang yang mendasari kinerja fungsi reserse khususnya satuan cyber crime yaitu : 
a.    KUHAP
b.    KUHP
c.    Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
d.    Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

e.    Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
f.     Undang-Undang   No   25   Tahun 2003   tentang   Perubahan   atas Undang-Undang   No.   15   Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


B.   Saran
Alangkah baiknya bila dalam penggunaan komputer yang berkaitan dengan dunia maya dapat diberikan pengaman sehingga dapat meminimalisir korban tindak pidana cyber crime.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar