Selasa, 13 Februari 2018

EFEKTIVITAS UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK SATUAN RESKRIM POLRESTABES MAKASSAR DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR

EFEKTIVITAS UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK SATUAN RESKRIM POLRESTABES MAKASSAR DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR
 

Arham Gusdiar
Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar
e-mail : arhamgusdiar@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar melaksanakan tugas dengan efektif dalam menangani tindak pidana terhadap anak diawah umur yang terjadi diwilyah Hukum Polrestabes Makassar serta Menjelaskan faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi penanganan tindak pidana terhadap anak dibawah umur tersebut.
Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan secara empiris dengan berfokus pada informasi serta data yang benar-benar terjadi dilapangan dan dibandingkan dengan aturan normatif yang seharusnya dilaksanakan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sehingga peneliti dapat menganalisis secara tepat penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Di Kota Makassar.
Hasil penelitian telah ditemukan fakta bahwa penanganan tindak pidana terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar telah berjalan efektif, dengan model penyelesaian perkara tindak pidana melalui proses hukum normatif dan juga melalui jalan restoratif atau upaya damai. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses penyidikan Tindak Pidana terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar adalah faktor SDM, faktor Hukum serta Faktor fasilitas yang dimiliki oleh penyidik.


Kata Kunci     :   Efektivitas, Unit PPA Sat Reskrim, Penanganan, Tindak Pidana Terhadap Anak, dan Kota Makassar.






Abstract

The aims of research to determine the effectiveness of the PPA Unit Of Research and Criminal Polrestabes Makassar carry out its duties effectively in dealing with criminal offenses against minors that occurred in the jurisdiction of Polrestabes Makassar and explain the factors that influence the handling of criminal acts against minors are.
The method of research is a empirical approach by focusing on information and data that is actually happening in the field and compared with normative rules that should be implemented by the PPA Unit Of Research And Criminal Of Polrestabes Makassar, so that researchers can analyze the precise handling of the Crime Against Children In Makassar.
Results of studies have found that the handling of criminal acts against children by the Criminal Investigation of PPA Unit Of Polrestabes Makassar has been effective, with the completion of the model criminal case through the legal process of normative and also through the restorative or peace efforts. The factors that affect the process of investigation by the Crime Against Children Unit PPA Sat Criminal Polrestabes Makassar is a factor of human resources, legal factors and the factors of the facilities owned by the investigator.

Keywords      :   Effectiveness, PPA Unit Of Research And Criminal Investigations, Handling, Crime Against Children, And Makassar City.



Pendahuluan
Anak merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai harganya  diberikan kepada manusia sebagai amanah bagi kedua orang tuanya untuk dibesarkan, dijaga, serta dididik sebagai penerus generasi keluarga selanjutnya. Selain itu, seorang anak juga merupakan cikal bakal yang menjadi penerus bangsa dan negara, serta sebagai aset sumber daya manusia suatu negara dan bangsa. Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak dimasa sekarang. Semakin baik keperibadian anak generasi sekarang ini, maka tidak menutup kemungkinan semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa dimasa akan datang. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak disuatu bangsa buruk, maka kemungkinan besar akan buruk pula kehidupan bangsa yang akan datang. Periode usia masa anak merupakan masa yang rentang bagi kehidupan anak sebagai sosok individu manusia. Anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia sehingga dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang, serta menjadi penerus keluarganya serta bangsa dan negara. Bagi kehidupan manusia sebagai individu, anak sebagai tunas penerus cita-cita pembangunan bangsa memiliki peran strategis, cirri dan sifat khusus, sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia pada anak. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih rentan dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi, sehingga anak dalam lingkungan sosial mengarah pada kebutuhan untuk mendapat perlindungan kodrati bagi anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa.
Didalam kosntitusi negara kita dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 34 ayat (1) bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Dengan kata lain anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Anak adalah seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohania, jasmaniah, maupun sosial. Selain itu anak juga berahak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial, serta juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah anak tersebut dilahirkan.
Regulasi hukum telah dibuat oleh negara untuk mewujudkan amanah dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Salah satunya adalah Undang – Undang perlindungan anak yang telah beberapa kali direvisi dan melahirkan regulasi terbaru yang tercantum dalam Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Didalamnya secara tegas disebutkan didalam poin pertimbangan yang salah satunya menyebutkan Bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Dalam undang-Undang ini nampak terlihat bahwa status sebagai anak dianggap sebagi status hukum yang spesial karena mendapat perlakukan yang berbeda dibandingkan orang yang sudah dianggap dewasa. Anak dianggap belum cakap bertindak hukum untuk mempertanggung jawabkan atas apa yang diperbuatnya, walaupun anak telah dapat menentukan sendiri perbuatannya berdasarkan pikiran, kehendak ataupun perasaannya. Bahkan untuk mempertegas perbedaan perlakuan hukum tersebut, dibuat pula regulasi tentang system peradilan pidana terhadap penangan anak sebagai pelaku tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Terlepas dari segala bentuk perlindungan yang diberikan Negara terhadap anak, posisi anak sebagai mahluk sosial yang pastinya melakukan interaksi kepada sesama manusia lainnya tidak bisa lepas dari sebuah kejadian tindak pidana yang mungkin akan dialaminya, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku tindak pidana. Banyak contoh peristiwa tindak pidana yang terjadi dimasyarakat sekarang yang melibatkan anak, contoh menggemparkan yang terjadi dengan posisi anak sebagai korban tindak pidana, adalah kasus bocah perempuan Angeline.  Bocah 8 tahun tersebut dilaporkan hilang pada tanggal 16 Mei 2015 lalu dan ditemukan tewas 10 Juni 2015. Yang paling mencenangkan dari kasus tersebut, adalah ditetapkannya ibu angkat Angeline sebagai tersangka kasus pembunuhan bocah 8 tahun tersebut. Disisi lain, tidak jarang juga kita dapatkan bahwa anak menjadi pelaku tindak pidana, contoh terbaru yang menarik perhatian masyarakat adalah kasus pembunuhan Pricilia Dina yang berumur 15 tahun yang dilakukan oleh seorang anak berumur 12 tahun berinisial SF yang terjadi di Bandung pada hari senin tanggal 31 Agustus 2015. Fakta yang mengagetkan masyarakat dalam kasus ini adalah korban maupun pelaku tersebut masuk dalam golongan kategori anak dimata hukum, selain itu masyarakat juga dibuat tercengang dengan cara sadis dilakukan pelaku yang membunuh korbannya dengan menggunakan alat Palu.
 Melihat contoh kejadian tersebut diatas serta beberapa kejadian lain yang melibatkan anak baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana, disinilah dibutuhkan peran serta dari keluarga, lingkungan, maupun instansi pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi anak guna terhindar dari sebuah peristiwa tindak pidana yang merugikan anak tersebut.  Dilingkungan keluarganya, hubungan antara anak dengan orang tua merupakan hubungan yang hakiki baik secara biologis maupun psikologis, dibutuhkan peran orang tua ataupun sanak keluarga untuk memberi perlindungan serta menuntun anak kearah yang labih baik. Keluarga berperan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum anak, yang diperlukan untuk perkembangan anak sebagai mahluk hidup yang terus berkembang hingga dewasa. Kasih sayang yang diberikan orang tua memberikan perasaan nyaman terhadap anak tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan psikologis anak.
Kondisi lingkungan juga menjadi faktor penting dalam memberi perlindungan terhadap anak. Situasi lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi peran dalam memberi perlindungan terhadap anak. Jika kondisi lingkungan tempat anak bergaul tersebut tidak kondusif, lingkungan yang tidak sehat, ataupun lingkungan yang rentan terhadap prilaku menyimpang yang menjurus kearah pidana, maka akan menjadikan anak tertular untuk melakukan prilaku menyimpang yang menjurus kearah pidana, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana. Sebaliknya, Situasi lingkungan yang kondusif serta jauh dari pergaulan dengan pelaku tindak pidana dapat menghindarkan anak tersebut dari peristiwa tindak pidana baik sebagai pelaku maupun korban sehinggah dapat dikatakan kondisi lingkungan melindungi anak tersebut.
Jelas dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, disebutkan bahwa “hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah”. Bahkan dalam pasal dan Undang-Undang yang sama diperkuat lagi pada angka 15 yang menyebutkan “perlindungan khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam suatu dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya”. Dari kedua poin pasal diatas, jelas disebutkan bahwa anak mendapat perlakukan khusus oleh pemerintah melalui Undang-undang btersebut. 
Peran pemerintah dalam memberikan perlidungan terhadap anak dalam hal anak sebagai pelaku maupun korban tindak pidana terwujud melalui instansi ataupun lembaga yang dimiliki oleh negara, baik lembaga atau instansi yang berperan dalam aspek sosial maupun penegakkan hukum. Pada aspek sosial terdapat Dinas sosial yang bernaung dibawah kementerian Sosial berperan dalam memberikan perlindungan sosial terhadap masyarakat terkhusus kepada anak sebagai pelaku tindak pidana dengan melakukan rehabilitasi kepada anak tersebut.
Dalam aspek penegak hukum terdapat instansi pemerintah yang menyelenggarakan sistem peradilan pidana, salah satunya adalah Kepolisan Negara Republik Indonesia (POLRI), yang diatur didalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, secara tegas disebutkan tugas pokok Polri, yaitu:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Menegakkan hukum
3.  Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat
Diatas disebutkan bahwa salah satu tugas pokoknya adalah memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dimana anak dalam hal ini merupakan bagian yang tak terlepaskan dari masyrakat itu sendiri.
Polri dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat khususnya perlindungan terhadap anak, baik sebagai pelaku maupun korban tindak pidana anak tersebut diatas diwujudkannya dengan salah satu contohnya adalah memisahkan ruang tahanan terhadap anak dengan ruang tahanan bagi pelaku tindak pidana lainnya yang sudah dewasa, hal ini untuk menjaga psikologis anak tersebut sebagai pelaku tindak pidana agar tidak mendapat intimidasi dengan tahanan yang sudah dewasa, ataupun juga untuk menjaga anak agar tidak terpengaruh dengan prilaku tahanan yang sudah dewasa. 
Dalam hal memberikan perlindungan hukum kepada anak sebagai korban tindak pidana, maka salah satu wujud nyata Polri adalah membentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang disingkat Unit PPA, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 10 tahun 2007 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak (PPA) di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta diperkuat dengan Peraturan Kapolri Nomor 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan atau Korban Tindak Pidana. Didalam Perkap nomor 10 tahun 2007 tersebut jelas disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) “Pelayanan Perempuan  dan Anak yang selanjutnya disingkat PPA adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadapnya”.
Mencermati permasalahan tindak pidana yang dialami oleh anak, khususnya yang terjadi dikota Makassar saat ini begitu kompleks. Berdasarakan data dari Satuan Reskrim (Sat Reskrim) Kepolisian Kota Besar (Polrestabes) Makassar dalam hal ini yang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA), menyebutkan bahwa anak sebagai korban pidana didominasi oleh tindak pidana penganiayaan terhadap anak. Terjadi polemik bagi Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar ketika kurangnya pemahaman di masyarakat tentang penanganan tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh Kepolisian dalam hal ini oleh Unit PPA Sat Reskrim yang beranggapan bahwa hal tersebut tidak efektif karena lebih cenderung menyelesaikannya secara kekeluargaan diluar penanganan oleh Kepolisian, padahal menurut Penyidik bahwa penanganan yang dilakukan sudah dilakukan secara maksimal. Untuk itulah peneliti beranggapan bahwa perlunya dilakukan penelitian terhadap keefektivan Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dalam menangani perkara tindak pidana terhadap anak.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.   Apakah Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar melaksanakan tugas dengan efektif dalam menangani tindakan pidana terhadap anak yang terjadi diwilyah Hukum Polrestabes Makassar ?
2.   Faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi penanganan tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh Unit PPA Sat reskrim diwilayah hukum Polrestabes Makassar ?
Pada penilitian ini, peneliti membuat sebuah kerangka konseptual yang bertujuan untuk mencapai kesimpulan yang dapat digambarkan  dengan melihat hubungan antara variabel-variabel dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori serta konsep-konsep yang telah diutarakan, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman peneliti yang dapat mengakibatkan kesalahan bagi peneliti dalam mengambil kesimpulan. Untuk itu, kerangka konseptual dalam penelitian ini mengambil acuan awal dari dasar hukum yang digunakan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dalam penanganan tindak pidana terhadap Anak.
Kemudian dalam penanganan tersebut dikaitkan dengan landasan teori yang telah diutarakan sebelumnya yaitu: teori peran, teori Kinerja, Teori hukum pidana, serta pembuktian. Setelah itu, dalam penanganan tindak pidana terhadap Anak yang dilakukan oleh Unit PPA tersebut kemudian dipadukan dengan faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor SDM maupun Faktor Fasilitas yang dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. maka dengan tahapan tersebut diatas akan menunjukkan hasil penelitian yang dapat menjawab pertanyaan pada rumusan masalah terutama untuk melihat apakah peran Unit PPA sudah optimal dalam penanganan tindak pidana terhadap anak di wilayah hukum Polrestabes Makassar. Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual yang dimaksud, dapat terlihat pada diagram berikut ini:

 



Metode Penelitian
Dengan melihat pendekatan penelitian yang diutarakan diatas, maka data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini terbagi menjadi dua jenis data, yaitu Data Primer dan Data Skunder. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara peneliti yang terjun langsung kelapangan. Pada saat dilapangan, peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, dan juga memberikan kusioner terhadap subjek penelitian dalam hal ini penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar serta anak yang berhadapan dengan hukum, selain itu juga dengan melakukan pengamatan atau observasi terhadap data-data ataupun keadaan yang sebenarnya terjadi dilapangan, sehingga menghasilkan data akuntabel yang berguna bagi penelitian. Data skunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan yang dimaksud adalah menelusuri berbagai kepustakaan atau literatur hukum yang berkaitan dengan penelitian, baik itu aturan-aturan hukum ataupun dokumen-dokumen yang mendukung data penelitian, sehinggah dapat terkumpulkan data atau informasi penelitian yang sesuai dengan harapan peneliti.
Populasi dalam penelitian ini meliputi personil Polri yang menangani tindak pidana terhadap anak, yaitu personil Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Satuan Reskrim Polrestabes Makassar, serta Anak dan keluarga Anak (orang tua) yang menjadi Korban tindak pidana yang ditangani Oleh Unit PPA tersebut.             Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel populasi yang berasal dari personil Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Satuan Reskrim Polrestabes Makassar yang berjumlah 13 orang, dan anak yang menjadi korban tindak pidana yang ditangani oleh Unit PPA tersebut.
Setelah data primer ataupun data skunder yang diperlukan telah terkumpul, maka nantinya data atau informasi yang diperoleh tersebut diteliti secara kualitatif  dengan mengolah bahan pustaka, dokumen, serta fakta lain yang didapati selama melakukan penelitian dilapangan yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori serta aturan yang terdapat di perundang-undangan, sehingga dapat menjawab permasalahan yang sebelumnya telah dirumuskan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Efektivitas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar Dalam Menangani Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar
Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap anak yang terjadi diwilayah hukum Polrestabes Makassar, yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, baik itu hasil penelitian yang diperoleh melalui kuesioner ataupun wawancara langsung terhadap objek yang diteliti yakni korban ataupun pelapor serta penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar yang menangani tindak pidana terhadap anak.
Anak sebagai korban tindak pidana yang terjadi dikota Makassar dalam segi kuantitas cukup banyak jika dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan di Polrestabes Makassar, khususnya yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Setelah penulis melakukan penelitian di Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, didapatkan data jumlah kasus tindak pidana terhadap anak, sesuai dengan data yang diperoleh penulis, bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Laporan dan penyelesaian Tindak Pidana Terhadap Anak
Tahun
Jumlah Laporan Yang Masuk
Jumlah Laporan Yang Selesai
Restoratif
(upaya damai)
Proses hukum
2013
196
102
84
2014
259
140
95
2015
153
90
52
2016
(data sampai bulan Juli)
81
53
22
Sumber : Unit PPA Reskrim, diolah Tahun 2016
Meskipun ada penurunan pada jumlah laporan tindak pidana terhadap anak, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar tetap meningkatkan kualitas diri personilnya serta kerja sama dalam menyelesaikan kasus tindak pidana terhadap anak. Dari hasil wawancara kami, diperoleh data bahwa tindak pidana terhadap anak didominasi oleh perbuatan kekerasan terhadap anak secara fisik. Sedangkan dari tabel diatas juga dapat terlihat bahwa Tahun 2014 terjadi peningkatan laporan tentang tindak pidana terhadap anak yang masuk di Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes makassar yaitu sejumlah 259 laporan yang masuk. Sedangkan ditahun  2015 mengalami penurunan hampir setengahnya yaitu sejumlah 153 laporan.
Dapat dilihat juga dalam penggolongan penyelesaian laporan yang tertuang dalam tabel diatas, dari hasil penelitian yang telah kami lakukan, diperoleh juga fakta bahwa penyelesaian perkara tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabe Makassar tidak hanya melalui proses hukum yang normatif yaitu sampai pelimpahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan (apabila P-21), tetapi proses jalan damai atau yang biasa disebut melalui restoratif juga dikategorikan sebagai suatu penyelesaian kasus oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Yang menarik, dari hasil wawancara terhadap korban ataupun pelapor tindak pidana terhadap anak, kami peroleh temuan bahwa Penyelesaian secara restoratif atau berdamai ini dipandang dapat memberikan rasa keadilan bagi pelapor ataupun korban walaupun tanpa harus melalui proses di pengadilan. Sehingga diperoleh data bahwa upaya damai atau restoratif dalam penyelesaian perkaran tindak pidana terhadap lebih banyak dibandingkan proses secara hukum sampai di pengadilan.
Dari hasil wawancara kami yang mendalam diperoleh bahwa Penyelesaian secara restoratif yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dilakukan dengan cara kekeluargaan yang diawali dengan upaya pelaku atau keluarga pelaku yang meminta maaf kepada korban atau pelapor yang dikuatkan dengan surat pernyataan yang dibuat oleh pelaku. Posisi penyidik dalam upaya damai disini adalah tidak lebih dari sebagai penengah yang bersifat netral yang tidak boleh melakukan intervensi kepada salah satu pihak. Hasil dari upaya damai tersebut yang biasanya dituangkan dalam surat pernyataan dan kemudian juga diikuti dengan surat dari pelapor kepada penyidik perihal pencabutan Laporan Polisi yang disampaikan ke penyidik untuk kemudian menjadi pertimbangan penyidik bahwa rasa keadilan telah didapatkan oleh korban atau pelapor sehingga penyidik  tidak perlu melanjutkan perkara tersebut sampai dengan pengiriman berkas ke kejaksaan. Langkah-langkah seperti tersebut diatas dianggap sebagai suatu penyelesaian perkara tindak pidana terhadap anak yang ditangani oleh Unit PPA sat Reskrim Polrestabes Makassar yang kemudian dilaporkan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sampai kesatuan tingkat atas.
Disisi lain, berdasarkan hasil wawancara kami dengan penyidik  Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar diperoleh informasi bahwa proses penanganan tindak pidana terhadap anak oleh penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar yang tidak berujung pada kesepakatan damai atau dalam hal ini melalui cara restoratif, maka penyidik memproses perkara tersebut sampai melengkapi pengiriman berkas perkara dan barang bukti ke kejaksaan (P-21) sesuai dengan prosedur tahapan penyidikan yang berlaku, dengan tetap mengacu pada KUHAP dan KUHP, undang-undung khusus yang mengatur tentang anak sebagai korban tindak pidana, serta norma norma hukum yang berkaitan dengan pembuktian suatu peristiwa tindak pidana
Lebih lanjut lagi, Sebelum penulis membahas lebih dalam berkaitan dengan penelitian ini, Kami akan memaparkan terlebih dahulu hasil dari kuesioner tentang Efektivitas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar Dalam Menangani Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar, yang telah di jawab oleh sumber data penulis, baik dari korban itu sendiri maupun dari penyidik yang dtuangkan dalam bentuk tabel. Angka yang ditunjukkan adalah jumlah responden yang memberikan respon sesuai dengan petunjuk dalam kuesioner.
Tabel 2
Hasil Kuesioner Untuk Korban (Jumlah Responden 14 Orang)
No
Pertanyaan
Jawaban
Sangat Benar
Benar
Tidak Benar
Sangat Tidak Benar
1
2
3
4
5
6
1
Apakah pada waktu polisi melakukan pemeriksaan terhadap Anda, yang memeriksa adalah polisi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar?
13
1
0
0
2
Apakah Pada waktu Anda dipanggil dan diperiksa di kantor polisi, pihak keluarga diperbolehkan mendampingi?
9
5
0
0
3
Apakah Anda diperiksa di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar?
14
0
0
0
4
Apakah anda merasa nyaman di dalam ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar?
11
3
0
0
5
Apakah Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar memberikan penjelasan tentang duduk perkara secara jelas dan terang?
13
1
0
0
6
Apakah menurut anda Petugas di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar terlatih dalam melakukan penyidikan?
12
2
0
0
7
Apakah Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar ramah dalam menjalankan proses penyidikan?
13
1
0
0
8
Apakah Prosedur penyidikan yang diterapkan oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Makassar mudah dimengerti?
12
2
0
0
1
2
3
4
5
6
9
Apakah Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Makassar menyampaikan informasi tentang perkembangan penyidikan terhadap perkara yang anda alami?
13
1
0
0
10
Apakah Anda merasa terbantu dan puas pada proses penyidikan dalam penanganan kasus oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar?
14
0
0
0
Sumber : Data Primer , diolah Tahun 2016
Sesuai dengan tabel hasil kuesioner terhadap responden di atas, diperoleh fakta bahwa kinerja Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar sangat baik dalam proses penyidikan tindak pidana terhadap anak. Mulai dari kenyamanan saat pemeriksaan, penjelasan terhadap duduk pekara dengan jelas, sampai dengan proses penyidikan yang mudah dimengerti oleh korban dan keluarganya.
Penilain kami tersebut diatas jika dikaitkan dengan teori yang telah kami kemukakan pada bab sebelumnya, bahwa menurut HAS Moenir, bahwa dalam pelayanan umum (termasuk pelayanan Kepolisian), terdapat adanya beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yaitu:
a)  Faktor Kesadaran
     Faktor kesadaran ini dapat terlihat dengan sebagian besar penyidik memberikan penjelasan secara baik kepada korban mengenai duduk perkara tindak pidana terhadap anak yang di alami oleh korban. Sehingga  korban ataupun pelapor memahami tentang sejauhmana penangan perkara yang dia alami.
b)  Faktor Aturan
     Dalam faktor ini tergambar dari hasil penelitian bahwa penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar melakukan penyidikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
c)  Faktor Organisasi
     Sangat jelas dalam faktor ini, bahwa penanganan terhadap laporan yang masuk tentang tindak pidana terhadap anak di Satuan Reskrim Polrestabes diberikan dan ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), sesuai dengan maksud pembentukan Unit ini,  sehinggah unit PPA tersebut bisa lebih berfokus pada perkara terhadap anak yang ditangani.
d)  Faktor Pendapatan
     Seluruh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar merupakan anggota Polri yang sudah pastinya mendapatkan gaji yang telah disediakn oleh negara. Sehingga faktor pendapatan sudah terpenuhi untuk menunjang efektifitas penyidik dalam menyidik tindak piana terhadap anak.
e)  Faktor Kemampuan dan keterampilan
     Faktor ini terlihat dengan sebagian besar penyidik memiliki dasar pelatihan tentang penyidikan tindak pidana terhadap anak, yang dikuatkan dengan penilaian korban atau pelapor yang sebagian besar menganggap penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar terlatih dalam penanganan perkara tindak tidana terhadap anak.
f)   Faktor Sarana Pelayanan
     Sarana pelayanan merupakan salah satu faktor yang mendukung, sarana ini berdasarkan hasil pengamatan kami bahwa sarana pelayanan yang dimiliki oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar dapat dimanfaatkan secara optimal, hal ini nampak jelas terlihat dengan ruangan Unit PPA yang terlihat berbeda dengan ruangan unit lain di Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Hal lain yang mendasari pendapat kami seperti pada urain sebelumnya bahwa jika dikaitkan dengan penilaian kepuasan pelanggan, dalam hal ini korban ataupun keluarga, menurut Christopher Lovelock (1994;100) bahwa konsumen mempunyai kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan kepuasan terhadap pelanggan, kriteria tersebut adalah:
Reliability (kehandalan), adalah kemampuan memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. Dari 13 orang penyidik yang menjadi responden, 10 (sepuluh) pernah mengikuti pelatihan tentang penanganan tindak pidana terhadap anak. Dikuatkan dengan pengalaman selama melakukan penyidikan serta kerja unit yang saling melengkapi di Unit PPA  Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Responsiveness (cepat tanggap), adalah kemampuan unit PPA untuk membantu korban tindak pidana terhadap anak dengan cepat dan sesuai dengan kebutuhan korban. Kita bisa lihat responden dari korban merasa puasa dan terbantu mulai dari proses pemeriksaan hinggan penyidikan.
Assurance (jaminan), adalah pengetahuan dan kemampuan anggota unit PPA untuk melayanai dengan rasa percaya diri. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya anggota unit PPA yang telah melakukan pelatihan tentang tindak pidana terhadap anak.
Emphaty (empati), yaitu anggota PPA wajib memperhatikan korban secara individual selama proses pemeriksaan dan penyidikan berlangsung.
Tangible (terlihat), adalah penampilan fisik, peralatan, dan personil. Meskipun korban diperiksa sebagian besar di ruangan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar, tapi dengan sikap anggota penyidik yang ramah sehingga tidak memberikan kesan menakutkan terhadap korban tindak pidana terhadap anak.
Dengan demikian Kinerja yang baik ditunjukan dari Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, dengan harapan bisa memberi pengaruh positif yaitu meningkatkan kepercayaan dari masayarakat kepada Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sehingga penanganan perkara tindak pidana terhadap anak dapat berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan.
Dari tabel tersebut diatas, dapat terlihat jelas bagaimana kemampuan seorang penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Dari 13 penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, hanya 3 orang yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak, hal ini menunjukan bahwa sebagian besar penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sudah mempunyai kemampuan dasar penyidikan tindak pidana terhadap anak.
Lebih lanjut, seperti yang tertuang didalam tabel tersebut diatas juga diperoleh informasi bahwa secara umum penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar melakukan penyidikan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, hal ini bertujuan agar proses penyidikan dapat berjalan dengan efektif sehingga memberikan kepuasan terhadap pelapor ataupun korban tindak pidana terhadap anak.




Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Unit PPA Sat Reskrim Diwilayah Hukum Polrestabes Makassar.
Dalam penelitian yang telah kami lakukan, untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Unit PPA Sat Reskrim, maka yang menjadi sumber data berikutnya adalah penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Adapun dari hasil pengisian kuesioner serta wawancara yang telah dilakukan terhadap penyidik Unit PPA maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3
Hasil Kuesioner Untuk Penyidik (Jumlah Responden 13 Orang)
No
Pertanyaan
Jawaban
Sangat Benar
Benar
Tidak Benar
Sangat Tidak Benar
1
2
3
4
5
6
1
Apakah Anda menjalankan proses penyidikan yang menjadi tanggung jawab saya tepat waktu?
8
5
0
0
2
Apakah anda pernah mengikuti pelatihan tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak?
2
8
2
1
3
Apakah anda memiliki serta menguasai pengetahuan sebagai penyidik pada proses penyidikan pada kasus tindak pidana terhadap anak yang sedang berlangsung?
5
8
0
0
4
Apakah anda mahir menggunakan teknologi (komputer, internet, smartphone, dll) untuk menunjang kinerja anda sebagai penyidik?
6
7
0
0
5
Apakah anda menjalankan tahapan penyidikan sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku?
11
2
0
0
6
Apakah menurut anda payung hukum dalam penanganan perkara anak sudah sesuai dengan perkembangan penyidikan tindak pidana terhadap anak saat ini?
6
5
2
0
7
Apakah anda  mampu membangun suasana yang interaktif, aman dan nyaman bagi korban tindak pidana terhadap anak pada saat penyidikan?
6
7
0
0
8
Apakah anda memberikan penjelasan tentang duduk perkara secara jelas dan terang baik kepada korban tindak pidana terhadap anak maupun keluarganya?
8
5
0
0
9
Apakah anda menyampaikan informasi tentang perkembangan penyidikan kepada korban tindak pidana terhadap anak maupun keluarganya?
10
3
0
0
Sumber : Data Primer , diolah Tahun 2016
Dari hasil penelitian dengan cara wawancara yang telah dilakukan terhadap penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dalam hal ini wawancara yang kami lakukan di lokasi penelitian dengan mewawancarai Kepala Unit PPA IPTU Ginandra Putri, SIK. diperoleh informasi bahwa dalam penyidikan, faktor yang mempengaruhi terbagi menjadi yang mendukung dan yang menghambat. Hal tersebut adalah:

1.   Yang Mendukung
a.   Sumber Daya Manusia. Anggota PPA memiliki kemauan dan motivasi untuk memberikan penanganan kepada korban dengan baik, adanya kemampuan kemampuan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk korban saat pemeriksaan, dan adanya kemauan dari anggota PPA untuk mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan penanganan kasus tindak pidana terhadap anak.
b.   Adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam penyidikan anak sebagai korban sehingga penyidik lebih terarah dalam melakukan penyidikan.
c.   Adanya respon positif dari korban ataupun keluarga korban terhadap pelayanan dan penanganan yang cepat selama proses penyidikan.
d.   Adanya pelatihan dan seminar yang difasilitasi oleh instansi terkait dalam penyidikan korban tindak pidana terhadap anak.

2.   Yang Menghambat
a.   Masih ada beberapa anggota unit PPA yang belum mengikuti pelatihan tentang penanganan tindak pidana terhadap anak meskipun hanya dalam jumlah yang kecil.
b.   Kerjasama antara unit PPA dengan instansi/lembaga terkait, hanya pada sosialiasi tentang UU No.35/2014 tentang perubahan UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, sedangkan dalam hal penyidikan, belum ada kesamaan persepsi dan belum ada pelaporan terpadu masih cenderung dari pihak kepolisian yang menerima pelaporan dari korban.
c.   Sarana dan prasarana dengan kelengkapan yang ada kurang memadai terutama ruang khusus pemeriksaan anak yang belum dimiliki guna menunjang proses penyidikan.
d.   Banyaknya kasus lain yang ditangani oleh unit PPA tidak sebanding dengan jumlah anggota yang tersedia, sehingga mengakibatkan perhatian dan konsentrasi anggota dalam melakukan penyidikan terhadap korban menjadi terbagi.
e.   Masyarakat yang belum sepenuhnya merubah budaya yang ada serta memahami hukum yang kekinian, Anggapan bahwa melakukan kekerasan dalam rangka mendidik anak oleh orang tua adalah hal yang wajar serta anggapan bahwa kasus kekerasan merupakan wilayah pribadi keluarga dan hal tersebut dianggap aib apabila sampai diketahui orang lain yang berlawanan dengan hukum yang ada.

Dari tabel tersebut diatas serta hasil wawancara yang telah dilaksanakan, yang kemudian disesuaikan dengan hipotesis yang telah diutarakan sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes makassar, maka dapat digolongkan menjadi 3 bagian:


a. Faktor Hukum
     Faktor hukum mempunyai pengaruh dalam penanganan perkara tindak pidana terhadap anak yang dilaksanakan oleh penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sebagian besar penyidik beranggapan bahwa  payung hukum ataupun regulasi hukum yang yang ada saat ini serta digunakan dalam penanganan tindak pidana terhadap anak sudah sesuai dengan perkembangan penyidikan saat ini. Aturan-aturan tersebut dianggap sudah cukup mumpuni untuk memberikan batasan-batasan serta perlindungan hukum terhadap anak sehinggah penyidikan lebih efektif dan meberikan perlindungan maksimal terhadap anak sebagai korban tindak pidana. Undang-undang khusus yang mengatur tentang penanganan tindak pidana terhadap anak, membuat penyidik lebih terarah dalam memproses tindak pidana tersebut.
b. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM)
     Dengan melihat data yang disajikan sebelumnya, dapat terlihat jelas bagaimana kemampuan seorang penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Dari 13 penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, hanya 3 orang yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak, hal ini menunjukan bahwa sebagian besar penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sudah mempunyai kemampuan dasar penyidikan tindak pidana terhadap anak. Yang kemudian dikuatkan lagi dengan pengetahuan penyidik tentang penanganan tindak pidana terhadap anak yang berdasar pada pengalaman penyidik dalam menangani kasus sehingga penyidik juga mampu menciptakan suasana yang nyaman kepada korban ketika melakukan pemeriksaan. Tetapi selain itu, masih ada anggota unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang penangnan tindak pidana terhadap anak tetapi jumlahnya yang tidak mempengaruhi penanganan perkara tindak pidana yang  ditanganinya dikarenakan sistem kerja Unit yang saling melengkapi yang diterapkan Unit PPA Satuan Reskrim Polrestabes Makassar. Pengaruh lain yang mempengaruhi SDM adalah jumlah anggota yang tidak sesuai dengan jumlah perkara yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sehingga dapat mempengaruhi fokus penyidik dalam penanganan kasus tindak pidana terhadap anak.
c. Faktor Fasilitas
     Faktor fasilitas yang dimaksud adalah lebih kepada sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Ketika melakukan penelitian di ruangan Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, terlihat bahwa ruangan yang digunakan untuk memeriksa anak masih bergabung dengan ruang pemeriksaan lain bagi pemeriksaan orang dewasa, hal ini dapat mempengaruhi kondisi anak yang diperiksa sehingga dapat berdampak kepada informasi yang dibutuhkan penyidik dalam penyidikan yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.

Terlepas dari faktor-faktor yang diutarakan diatas yang sejalan dengan hipotesis yang telah kami sampaikan sebelumnya, faktor lain yang mempengaruhi penanganan tindak pidana terhadap anak oleh Unit PPA adalah faktor pemahaman hukum oleh masyarakat itu sendiri serta faktor Kerjasama antara unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dengan instansi/lembaga yang terkait, hanya sebatas pada sosialiasi payung hukum tentang Perlindungan Anak sedangkan dalam hal penyidikan, belum ada sistem pelaporan terpadu masih cenderung dari pihak kepolisian yang menerima pelaporan dari korban.

Kesimpulan dan Saran
Sebagaimana hasil temuan selama penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan, maka Kamu menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.   Efektivitas Penanganan tindak pidana terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes makassar dapat dilihat dengan kinerja anggota unit PPA dalam penyidikan yang menghasilkan kepuasan korban ataupun pelapor selama dalam proses selama pemeriksaan sampai selesainya laporan yang ditangani. Hal ini merupakan prestasi kerja dari anggota unit PPA yang memiliki kemauan positif dan motivasi untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi korban dengan bekerjasama dan saling koordinasi. Dengan demikian dapat diartikan bahwa penangan perkara tindak pidana terhadap anak yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar berjalan Efektif yang berkesesuaian dengan kepuasan pelapor.
2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan tindak pidana terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar terbagi mendjadi 3, yaitu:
a.   Faktor Hukum, yaitu aturan hukum yang mengatur tentang tata cara penyidik menangani tindak pidana terhadap anak.
b.   Faktor SDM, adalah kemampuan anggota dalam menangani tindak pidana terhadap anak.
c.   Faktor Fasilitas, lebih kepada sarana prasarana yang dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Saran
1.   Karena masih ada anggota unit PPA yang belum mengikuti pelatihan tentang penanganan korban tindak pidana terhadap anak, maka sebaiknya anggota tersebut secepatnya diikutkan pada pelatihan tersebut agar dapat menambah kemampuan Penyidik dalam menangan tindak pidana terhadap anak nantinya.
2.   Penambahan jumlah personil (penyidik) untuk anggota unit PPA Sat reskrim Polrstabes Makassar sangat diperlukan, sehingga diharapkan perhatian penyidik tidak terbagi dengan banyaknya kasus lain yang ditangani oleh penyidik Unit PPA.
3.  Bagi pemerintah, perlunya memperhatikan fasilitas yang dimiliki oleh Unit PPA, khususnya ruang pemeriksaan khusus anak, guna untuk memaksimalkan informasi yang dibutuhkan dari anak sebagai korban sehingga proses penyidikan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdoel, Djamali. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. PT. Rajagrafindo persada: Jakarta.
Achmad, Ali. 2010. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1. Kencana: Jakarta.
Agustin, Risa. 2012. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Serba Jaya: Surabaya.
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Arief, Sidharta. 1999. Refleksi Tentang Hukum. Citra Aditya Bakri: Bandung.
Bambang, Sunggono. 2002. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Barda Nawawi, Arief. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Berry, David. 1995. Pokok-Pokok pikiran dalam Sosiologi. Terj. Paulus Wirutomo, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Budi, Sampurna. 2008. Beberapa Aspek kebijakan penegakan Hukum. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Christopher, Lovelock. 1994. Manajemen Pemasaran Jasa. Kelompok Gramedia Indeks: Indonesia.
Darwan, Printis. 2001. Sosialisasi dan Seminar Penegakan HAM. PI. Citra aditya: Bandung.
Djumialdi. 1995. Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti. Mandar Maju: Bandung.
Earlyanti, N I. 2012. Pengantar metodologi Penelitian. Tera Riset: Jakarta.
Erma, Syofyan Syukrie, 2005. Pelaksanaan Konvensi Hak Anak ditinjau dari Aspek Hukum. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
Gosita, Arif. 1984. Masalah Perlindungan Anak. Akademi Pressindo: Jakarta.
Hazah, Andi. 2004. KUHP & KUHAP. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Hamza Baharuddin. 2010. Pemikiran Mengenai Hukum (sebuah Refleksi Kritis). Nala Cipta Litera: Makassar.
Ilham, Gunawan. 1992. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum. Angkasa: Bandung.
Irsan, Koesparmono, dkk. 2007. Hak Asasi Manusia dan Kepolisian (Modul A2101/2 SKS), PTIK: Jakarta
Ismail, Haeruddin. 1997. Polisi dan Masyarakat. Henki cahyadi: Medan.
Jimly, Asshiddiqie. 2010. Perihal Undang-Undang. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
James A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Koentjaraningrat. 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.
Lamintang, P.A.F. 1990. Hukum Pidana Indonesia .Bima Cipta: Bandung.
Laporan UNICEF. 1995. Aspek Hukum Perlindungan Anak, dalam Perspektif Konvensi Hak anak. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Marpaung, leden. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan& Penyidikan). Sinar Grafika: Jakarta.
Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Cet. 7. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Moenir, HAS. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Akasara: Jakarta.
Moleong, Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya: Bandung.
Momo, Kelana. 1984. Hukum Kepolisian. Grameida Widiasarana Indonesia: Jakarta.
Muhammad, Farouk dan H. Djaali. 2005. Metode Penelitian Sosial. Restu agung: Jakarta.
Muhammad, Farouk dkk. 2008. Modul Metodologi Penelitian. PTIK Press: Jakarta.
Muhammad Joni, dan Zulchaina Z. Tanamas. 1999. Aspek Perlindungan Anak; Dalam Prespektif Konvensi Hak Anak. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Mulyadi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.   
Ngani, Nico. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. remaja Rosdakarya: Bandung.
Nurfaizi. 1998. Megatrend Kriminalitas. Jakarta Citra: Jakarta.
Otje Salman S, dan Anton F Susanto. 2005. Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali). Refika Aditama: Bandung.
Parsudi, Suparlan. 1972. Masalah-masalah Sosial dan Ilmu Sosial dasar. Akademika Pressindo: Jakarta.
Prints, 1998. Hukum acara Pidana dalam Praktik. Djambatan: Jakarta.
Ram, Aminuddin. 1992. Sosilogi, Terj. Paul B. Horrrton dan Chaester L. Hunt, Erlangga: Jakarta.
Sahetapy, JE. 1983. Kejahatan Kekerasan, Cetakan 1. Sinar Wijaya: Surabaya.
Satjipto, Rahardjo. 1982. Ilmu Hukum, Alumni Bandung: Bandung.
Sedarmayanti. 2011. Membangun Dan Mengembangkan Kepemimpinan Serta Meningkatkan Kinerja Untuk Meraih Keberhasilan. Refika Aditama: Bandung.
Siswanto,  Sunarso. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Soerjono, Soekanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Grafindo Persada: Jakarta.
__________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press: Jakarta.
__________. 1983. Penegakan Hukum. Bina cipta: Bandung.
Soleman B, Taneko. 1993. Pkkok-pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Pers: Jakarta.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta: Bandung.
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka Cipta: Jakarta.
Sukidjo, Aruan & Bambang Poernomo. 1990. Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Sumadi, suryabrata. 1992. Metodologi Penelitian, Rajawali pers: Jakarta.
Sutrino, Hadi. 1994. Metodologi research, Jilid 1, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM: Yogyakarta.
Soetandyo, Wignjosoebroto. 1993. Konsep Hukum, Tipe Kajian, dan Metode Penelitiannya, Program Pasca Sarjana UNAIR: Surabaya.
Ronny, Soemitro Hanitijo. 1984. Masalah-masalah Sosiologi Hukum Sinar Baru: Bandung.
Syahruddin, Nawi. 2014. Pnelitian Hukum Normatif versus Penelitian Hukum Empiris, Umitoha Ukhuwah Grafika: Makassar.
Syamsuddin, Pasamai. 2013. Sejarah dan Sejarah Hukum, Arus timur: Makassar.
__________. 2014. Sosiologi dan sosiologi Hukum, Arus timur: Makassar.
Waworuntu, Bob. 1997. Dasar-dasar Keterampilan Abdi Negara Melayani Masyarakat. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Wirawan Sarwono, Sarlito. 2002. Teori-teori Psikologi, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Peraturan
Peraturan Kapolri, Nomor : 10 Tahun 2007, tentang Organisasi dan tata kerja Unit pelayanan Perempuan dan anak (Unit PPA) di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Peraturan Kapolri Nomor : 3 tahun 2008, tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan atau korban tindak pidana.
Peraturan Kapolri, Nomor : 10 Tahun 2007, tentang Organisasi dan tata kerja Unit pelayanan Perempuan dan anak (Unit PPA) di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Peraturan Kapolri Nomor : 3 tahun 2008, tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan atau korban tindak pidana.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undang  Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan anak.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana anak.