Sebagai
alat negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Lebih dalam lagi Polri bertujuan
untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). HAM
yang dimaksudkan disini adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada
setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan
melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat
dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta sesuai pula dengan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights tahun 1948
dan konvensi internasional lainnya yang sudah diratifikasi oleh pemerintah
negara Republik Indonesia.
Posisi
anggota Polri sebagai alat negara dan sekaligus sebagai insan manusia Indonesia
mempunyai dilema dimasing-masing sisi saat melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Ketika anggota polri menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan
perundang-undangan serta SOP pelaksanaan tugas, anggota polri merupakan lini
terdepan terhadap pelaporan atau pengaduan masyarakat tentang suatu kejahatan,
disinilah anggota polri memiliki wewenang istimewa untuk dapat bertindak menggunakan kewenangannya (contoh: upaya
paksa, tindakan tegas terukur) terhadap manusia lain dalam bingkai penegakkan
hukum dengan berprinsip bahwa tindakan tersebut mengacu kepada
proporsionalitas, akuntabilitas, kebutuhan yang mendesak, serta sah secara
hukum. Sehingga dalam penggunaan kewenangannya tersebut, anggota polri dapat
berpotensi untuk melanggar HAM apabila penggunaan kewenangan dengan
mengatasnamakan tugas tersebut disalahgunakan.
Disisi
lain, pertanyaan kerap kali timbul dikalangan masyarakat terkhusus di internal
anggota Polri itu sendiri; “adakah
perlindungan HAM bagi anggota Polri?”, lebih dalam pertanyaan lain timbul: “apakah
anggota polri sebagai insan manusia Indonesia disaat mereka sedang berdinas
menjalankan tugas dan perannya, juga mempuyai hak dasar yang dilindungi oleh HAM
seperti manusia Indonesia lainnya?”
pertanyaan ini makin santer digaungkan apalagi setelah kejadian tanggal 15
Agustus 2019 dimana seorang anggota Polri menjadi korban luka bakar pada saat
mahasiswa berdemo di depan kantor bupati cianjur, kejadian yang sangat
disayangkan tetapi semakin menimbulkan pertanyaan mendalam sampai-sampai mungkin
bisa timbul stigma dimasyarakat bahwa anggota polri tidak dilindungi HAM.
Polri
sebagai instintusi merupakan pengemban fungsi kepolisian yaitu sebagai salah
satu fungsi pemerintah negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat, untuk itu anggota Polri harus memperhatikan semangat penegakan HAM,
Hukum dan keadilan dalam menjalankan fungsinya tersebut. Dengan semangat
penegakkan HAM, Hukum dan keadilan tersebut Polri telah mengeluarkan Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 8 tahun 2019 tentang
implementasi prinsip dan standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Maksud dari Perkap ini adalah sebagai pedoman dasar
implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam setiap penyelenggaraan
tugas Polri; dan juga menjelaskan prinsip-prinsip dasar HAM agar mudah dipahami
oleh seluruh anggota Polri dari tingkat terendah sampai yang tertinggi dalam
pelaksanaan tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Tujuan
dari Perkap ini adalah; untuk menjamin pemahaman prinsip dasar HAM oleh seluruh
jajaran Polri agar dalam melaksanakan tugasnya senantiasa memperhatikan
prinsipprinsip HAM; untuk memastikan adanya perubahan dalam pola berpikir,
bersikap, dan bertindak sesuai dengan prinsip dasar HAM; untuk memastikan
penerapan prinsip dan standar HAM dalam segala pelaksanaan tugas Polri,
sehingga setiap anggota Polri tidak ragu-ragu dalam melakukan tindakan; dan untuk
dijadikan pedoman dalam perumusan kebijakan Polri agar selalu mendasari prinsip
dan standar HAM. Selain itu, dapat kita pahami bahwa didalam Perkap tersebut mengatur
kewajiban dan larangan bagi anggota Polri ketika melaksanakan tugas dan
fungsinya dan bukan saja itu, didalam perkap tersebut juga mengatur bagaimana perlindungan
bagi anggota Polri ketika melaksanakan tugas dan fungsinya di masyarakat.
Didalam
perkap Nomor 8 tahun 2019 tentang implementasi prinsip dan standar Hak Asasi
Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
perlindungan HAM bagi anggota Polri tertuang secara rinci pada pasal 56 dan
pasal 57. Muatan dalam pasal tersebut antara lain; pada pasal 56 (1) Setiap
angota Polri harus bebas dari perlakuan sewenang-wenang dari atasannya, (2)
Setiap angota Polri yang menolak perintah pimpinan yang nyata-nyata
bertentangan dengan hukum berhak mendapat perlindungan hukum (immunity) dan (3)
Setiap angota Polri berhak meminta perlindungan hukum kepada pimpinannya atas
pelaksanaan tugas yang telah diperintahkan oleh pejabat Polri kepada
anggotanya. Sedangkan pada Pasal 57 (1) Setiap pejabat Polri wajib memperhatikan
keadaan kesehatan anggotanya, (2) Setiap pejabat Polri wajib mempertimbangkan
kemampuan anggotanya yang akan diberikan perintah penugasan, (3) Setiap Pejabat
Polri dilarang mengeksploitasi anggotanya atau memerintahkan anggota Polri
untuk melakukan tindakan untuk kepentingan pribadinya yang di luar batas
kewenangannya, (4) Setiap pejabat Polri wajib memberikan perlindungan HAM bagi
anggotanya, terutama di dalam melaksanakan tugas kepolisian, (5) Setiap pejabat
Polri wajib mengusahakan kecukupan peralatan tugas anggotanya, sehingga dapat
menghindarkan atau mengurangi terjadinya tindakan yang melanggar HAM yang
dilakukan oleh anggotanya, serta (6) Setiap pejabat Polri bertanggung jawab
atas resiko pelaksanaan tugas yang diperintahkan olehnya.
Regulasi
lain tentang Perlindungan HAM bagi anggota Polri tidak lepas dari pemahaman terhadap
UU no. 2 tahun 2002 tentang POLRI pada pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa anggota
Polri adalah Pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga
segala sesuatu yang mengatur perlindungan terhadap pegawai negeri juga melekat
kepada Anggota Polri. Lebih dalam diterangkan dalam pasal 211 sampai dengan pasal
216 KUHP secara gamblang mengatur perlindungan anggota Polri dalam melaksanakan
tugasnya.
Pasal
211 KUHP; Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang pejabat untuk melakukan perbuatan jabatan atau untuk tidak melakukan
perbuatan jabatan yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal
212 KUHP; Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan
seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut
kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan
kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal
213 KUHP; Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 diancam: (1)
dengan pidana penjara paling lama lima tahun, jika kejahatan atau perbuatan
lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka; (2) dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun enam bulan, jika mengakibatkan luka-luka berat; (3) dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun jika mengakibatkan orang mati.
Pasal
214 KUHP; (1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (2) Yang bersalah dikenakan: 1.
pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau
perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka; 2. pidana penjara paling
lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat; 3. pidana penjara paling
lama lima helas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
Pasal
216 KUHP; ayat (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang
diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang
siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan
guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang
pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah;. Ayat (2)
Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum;. Ayat (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan
belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.
Lebih
lanjut seperti dijelaskan diawal, bahwa Anggota Polri mempunyai wewenang
istimewa untuk dapat bertindak menggunakan
kewenangannya terhadap manusia lain dalam bingkai penegakkan hukum dengan
berprinsip bahwa tindakan tersebut mengacu kepada proporsionalitas,
akuntabilitas, kebutuhan yang mendesak, serta sah secara hukum. Wewenang ini secara
tersirat juga bisa menjadi tembok perlindungan HAM bagi anggota Polri saat
menjalankan tugasnya sekalipun itu adalah diskresi Kepolisian (kebebasan Anggota
Polri mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi), sehingga
segala perbuatan Anggota Polri yang dialakukan sesuai peraturan
perundang-undangan adalah perlindungan hukum bagi anggota Polri tersebut
terhadap tugasnya dilapangan. Hal ini sejalan dengan peraturan
perundangan-undangan yang mengatur kewenangan Anggota Polri yang tertuang didalam
UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP; Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 yang
menerangkan bahwa penyelidik (pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia)
karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung-jawab; Pasal 7 ayat (1) huruf j yang menjelaskan bahwa
penyidik (pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai syarat
kepangkatan) karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab.
Lebih
khusus lagi diskresi Kepolisian termuat didalam UU no. 2 tahun 2002 tentang
POLRI Pasal 18 (1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud hanya
dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Maksud dari “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu
tindakan yang dapat dilakukan oleh Anggota Polri yang dalam bertindak harus
memperhatikan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk
kepentingan umum.
Secara
tersirat didalam UU no. 2 tahun 2002 tentang POLRI juga memberi perlindungan
hukum terhadap diskresi anggota Polri dalam menjalankan tugasnya; Pasal 15 ayat
(1) huruf f yang berbunyi bahwa dalam rangka melaksanakan tugas secara umum,
Polri berwenang melakukan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan. maksud dari kata “tindakan kepolisian”
dalam pasal ini adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya
ketentraman masyarakat. Kemudian dipasal yang sama pada ayat (2) huruf k secara
tegas dijelaskan bahwa Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya
berwenang melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian. Lebih dalam lagi termuat pada pasal 16 ayat (1) huruf l yang
menyebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugasnya dibidang proses pidana, Polri
berwenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dari
kesemua penjelasan diatas perlu kita pahami bahwa perlindungan terhadap HAM
merupakan hal yang mutlak dan harus dijunjung tinggi oleh smua insan manusia
Indonesia tanpa memandang status mereka baik sebagai warga negara biasa ataupun
sebagai warga negara yang karenanya tugasnya sehingga mempunyai wewenangan
untuk berbuat/bertindak lebih kepada warga negara lain. Perlindungan terhadap HAM
merupakan perlindungan kepada manusia untuk menjalankan kodrat kemanusiawiannya
tanpa melanggar HAM orang lain. Selain itu Perlindungan HAM bagi Anggota Polri Dimaksudkan
agar tidak ada keraguan didalam diri anggota Polri dalam menjalankan tugas dan perannya
sebagai alat negara yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
Sumber:
1. KUHP
2. UU
No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
3. UU
No. 2 tahun 2002 Tentang POLRI
4. Perkap
Nomor 8 tahun 2019 tentang implementasi prinsip dan standar HAM
dalam
penyelenggaraan tugas Polri
5. Buku
saku HAM Satuan Reserse tahun 2016 oleh Komnas HAM dan Polri