EFEKTIVITAS
UNIT PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK SATUAN RESKRIM POLRESTABES MAKASSAR DALAM PENANGANAN TINDAK
PIDANA TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR
Arham Gusdiar
Magister
Hukum Program
Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar
e-mail
: arhamgusdiar@gmail.com
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar melaksanakan tugas dengan efektif dalam menangani tindak
pidana terhadap anak diawah umur yang terjadi diwilyah Hukum Polrestabes
Makassar serta Menjelaskan faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi penanganan
tindak pidana terhadap anak dibawah umur tersebut.
Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan secara empiris dengan
berfokus pada informasi serta data yang benar-benar terjadi dilapangan dan
dibandingkan dengan aturan normatif yang seharusnya dilaksanakan oleh Unit PPA
Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sehingga peneliti dapat menganalisis secara
tepat penanganan
Tindak Pidana Terhadap Anak Di Kota Makassar.
Hasil penelitian telah ditemukan fakta bahwa penanganan
tindak pidana terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar
telah berjalan efektif, dengan model penyelesaian perkara tindak pidana melalui
proses hukum normatif dan juga melalui jalan restoratif atau upaya damai.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses penyidikan Tindak Pidana
terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar adalah faktor SDM,
faktor Hukum serta Faktor fasilitas yang dimiliki oleh penyidik.
Kata Kunci : Efektivitas, Unit PPA Sat Reskrim, Penanganan,
Tindak Pidana Terhadap Anak, dan
Kota Makassar.
Abstract
The aims of research to determine the effectiveness of the PPA Unit Of
Research and Criminal Polrestabes Makassar carry out its duties effectively in
dealing with criminal offenses against minors that occurred in the jurisdiction
of Polrestabes Makassar and explain the factors that influence the handling of
criminal acts against minors are.
The method of research is a empirical approach by focusing on information
and data that is actually happening in the field and compared with normative
rules that should be implemented by the PPA Unit Of Research And Criminal Of
Polrestabes Makassar, so that researchers can analyze the precise handling of
the Crime Against Children In Makassar.
Results of
studies have found that the handling of criminal acts against children by the
Criminal Investigation of PPA Unit Of Polrestabes Makassar has been effective,
with the completion of the model criminal case through the legal process of
normative and also through the restorative or peace efforts. The factors that
affect the process of investigation by the Crime Against Children Unit PPA Sat
Criminal Polrestabes Makassar is a factor of human resources, legal factors and
the factors of the facilities owned by the investigator.
Keywords : Effectiveness,
PPA Unit Of Research And Criminal
Investigations, Handling,
Crime Against Children, And Makassar
City.
Pendahuluan
Anak merupakan karunia Tuhan yang tak
ternilai harganya diberikan kepada
manusia sebagai amanah bagi kedua orang tuanya untuk dibesarkan, dijaga, serta
dididik sebagai penerus generasi keluarga selanjutnya. Selain itu, seorang anak
juga merupakan cikal bakal yang menjadi penerus bangsa dan negara, serta
sebagai aset sumber daya manusia suatu negara dan bangsa. Masa depan
bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak dimasa sekarang.
Semakin baik keperibadian anak generasi sekarang ini, maka tidak menutup
kemungkinan semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa dimasa akan datang.
Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak disuatu bangsa buruk, maka
kemungkinan besar akan buruk pula kehidupan bangsa yang akan datang. Periode
usia masa anak merupakan masa yang rentang bagi kehidupan
anak sebagai sosok individu manusia. Anak harus diperlakukan secara
manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak
tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia sehingga dapat bertanggung
jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa
mendatang, serta menjadi penerus keluarganya serta bangsa dan negara. Bagi kehidupan manusia sebagai
individu, anak sebagai tunas penerus cita-cita pembangunan bangsa memiliki
peran strategis, cirri dan sifat khusus, sehingga wajib dilindungi dari segala
bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia pada anak. Dalam hal ini
anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang
lebih rentan dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi, sehingga anak
dalam lingkungan sosial mengarah pada kebutuhan untuk mendapat perlindungan
kodrati bagi anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan
yang dimiliki oleh anak sebagai wujud
untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak
karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses
sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa.
Didalam
kosntitusi negara kita dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 34
ayat (1) bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional
yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.
Dengan kata lain anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Anak adalah seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian
hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik
secara rohania, jasmaniah, maupun sosial. Selain itu anak juga berahak atas
pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial,
serta juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah anak tersebut dilahirkan.
Regulasi
hukum telah dibuat oleh negara untuk mewujudkan amanah dalam Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Salah satunya adalah Undang – Undang perlindungan anak yang
telah beberapa kali direvisi dan melahirkan regulasi terbaru yang tercantum
dalam Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Didalamnya
secara tegas disebutkan didalam poin pertimbangan yang salah satunya
menyebutkan Bahwa “setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Dalam undang-Undang ini nampak
terlihat bahwa status sebagai anak dianggap sebagi status hukum yang spesial
karena mendapat perlakukan yang berbeda dibandingkan orang yang sudah dianggap
dewasa. Anak dianggap belum cakap bertindak hukum untuk mempertanggung jawabkan
atas apa yang diperbuatnya, walaupun anak telah dapat menentukan sendiri
perbuatannya berdasarkan pikiran, kehendak ataupun perasaannya. Bahkan untuk
mempertegas perbedaan perlakuan hukum tersebut, dibuat pula regulasi tentang
system peradilan pidana terhadap penangan anak sebagai pelaku tindak pidana
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
Terlepas
dari segala bentuk perlindungan yang diberikan Negara terhadap anak, posisi
anak sebagai mahluk sosial yang pastinya melakukan interaksi kepada sesama
manusia lainnya tidak bisa lepas dari sebuah kejadian tindak pidana yang
mungkin akan dialaminya, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku tindak
pidana. Banyak contoh peristiwa tindak pidana yang terjadi dimasyarakat
sekarang yang melibatkan anak, contoh menggemparkan yang terjadi dengan posisi
anak sebagai korban tindak pidana, adalah kasus bocah perempuan Angeline. Bocah 8 tahun tersebut dilaporkan hilang pada tanggal
16 Mei 2015 lalu dan ditemukan tewas 10 Juni 2015. Yang paling mencenangkan
dari kasus tersebut, adalah ditetapkannya ibu angkat Angeline sebagai tersangka
kasus pembunuhan bocah 8 tahun tersebut. Disisi lain, tidak jarang juga kita
dapatkan bahwa anak menjadi pelaku tindak pidana, contoh terbaru yang menarik
perhatian masyarakat adalah kasus pembunuhan Pricilia Dina yang berumur 15 tahun
yang dilakukan oleh seorang anak berumur 12 tahun berinisial SF yang terjadi di
Bandung pada hari senin tanggal 31 Agustus 2015. Fakta yang mengagetkan
masyarakat dalam kasus ini adalah korban maupun pelaku tersebut masuk dalam
golongan kategori anak dimata hukum, selain itu masyarakat juga dibuat
tercengang dengan cara sadis dilakukan pelaku yang membunuh korbannya dengan
menggunakan alat Palu.
Melihat contoh kejadian tersebut diatas serta
beberapa kejadian lain yang melibatkan anak baik sebagai korban maupun pelaku
tindak pidana, disinilah dibutuhkan peran serta dari keluarga, lingkungan,
maupun instansi pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi anak guna
terhindar dari sebuah peristiwa tindak pidana yang merugikan anak
tersebut. Dilingkungan keluarganya,
hubungan antara anak dengan orang tua merupakan hubungan yang hakiki baik
secara biologis maupun psikologis, dibutuhkan peran orang tua ataupun sanak
keluarga untuk memberi perlindungan serta menuntun anak kearah yang labih baik.
Keluarga berperan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum anak, yang
diperlukan untuk perkembangan anak sebagai mahluk hidup yang terus berkembang
hingga dewasa. Kasih sayang yang diberikan orang tua memberikan perasaan nyaman
terhadap anak tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan psikologis anak.
Kondisi
lingkungan juga menjadi faktor penting dalam memberi perlindungan terhadap
anak. Situasi lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi peran dalam
memberi perlindungan terhadap anak. Jika kondisi lingkungan tempat anak bergaul
tersebut tidak kondusif, lingkungan yang tidak sehat, ataupun lingkungan yang
rentan terhadap prilaku menyimpang yang menjurus kearah pidana, maka akan
menjadikan anak tertular untuk melakukan prilaku menyimpang yang menjurus
kearah pidana, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana. Sebaliknya,
Situasi lingkungan yang kondusif serta jauh dari pergaulan dengan pelaku tindak
pidana dapat menghindarkan anak tersebut dari peristiwa tindak pidana baik
sebagai pelaku maupun korban sehinggah dapat dikatakan kondisi lingkungan
melindungi anak tersebut.
Jelas
dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, disebutkan bahwa “hak anak adalah bagian dari hak asasi
manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah”. Bahkan dalam pasal
dan Undang-Undang yang sama diperkuat lagi pada angka 15 yang menyebutkan “perlindungan khusus adalah suatu bentuk
perlindungan yang diterima oleh anak dalam suatu dan kondisi tertentu untuk
mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa
dalam tumbuh kembangnya”. Dari kedua poin pasal diatas, jelas disebutkan
bahwa anak mendapat perlakukan khusus oleh pemerintah melalui Undang-undang
btersebut.
Peran
pemerintah dalam memberikan perlidungan terhadap anak dalam hal anak sebagai
pelaku maupun korban tindak pidana terwujud melalui instansi ataupun lembaga
yang dimiliki oleh negara, baik lembaga atau instansi yang berperan dalam aspek
sosial maupun penegakkan hukum. Pada aspek sosial terdapat Dinas sosial yang
bernaung dibawah kementerian Sosial berperan dalam memberikan perlindungan
sosial terhadap masyarakat terkhusus kepada anak sebagai pelaku tindak pidana
dengan melakukan rehabilitasi kepada anak tersebut.
Dalam
aspek penegak hukum terdapat instansi pemerintah yang menyelenggarakan sistem
peradilan pidana, salah satunya adalah Kepolisan Negara Republik Indonesia
(POLRI), yang diatur didalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, secara tegas disebutkan tugas pokok
Polri, yaitu:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat.
2. Menegakkan
hukum
3. Memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat
Diatas
disebutkan bahwa salah satu tugas pokoknya adalah memberi perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dimana anak dalam hal ini merupakan
bagian yang tak terlepaskan dari masyrakat itu sendiri.
Polri
dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat khususnya perlindungan
terhadap anak, baik
sebagai pelaku maupun korban tindak pidana anak
tersebut diatas diwujudkannya dengan salah satu contohnya adalah memisahkan ruang tahanan terhadap
anak dengan ruang tahanan bagi pelaku tindak pidana lainnya yang sudah dewasa,
hal ini untuk menjaga psikologis anak tersebut sebagai pelaku tindak pidana
agar tidak mendapat intimidasi dengan tahanan yang sudah dewasa, ataupun juga
untuk menjaga anak agar tidak terpengaruh dengan prilaku tahanan yang sudah
dewasa.
Dalam hal memberikan perlindungan hukum kepada anak
sebagai korban tindak pidana, maka salah satu wujud nyata Polri adalah membentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak yang disingkat Unit PPA, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Perkap) Nomor 10 tahun 2007 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan
Perempuan Dan Anak (PPA) di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta diperkuat dengan Peraturan Kapolri Nomor 3 tahun
2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi
dan atau Korban Tindak Pidana. Didalam Perkap nomor 10 tahun 2007 tersebut
jelas disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) “Pelayanan
Perempuan dan Anak yang selanjutnya
disingkat PPA adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk
perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan
penegakan hukum terhadapnya”.
Mencermati permasalahan
tindak pidana yang dialami oleh anak, khususnya yang terjadi dikota Makassar
saat ini begitu kompleks. Berdasarakan data dari Satuan Reskrim (Sat Reskrim)
Kepolisian Kota Besar (Polrestabes) Makassar dalam hal ini yang ditangani Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA), menyebutkan bahwa anak sebagai
korban pidana didominasi oleh tindak pidana penganiayaan terhadap anak. Terjadi
polemik bagi Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar ketika kurangnya
pemahaman di masyarakat tentang penanganan tindak pidana terhadap anak yang
dilakukan oleh Kepolisian dalam hal ini oleh Unit PPA Sat Reskrim yang
beranggapan bahwa hal tersebut tidak efektif karena lebih cenderung
menyelesaikannya secara kekeluargaan diluar penanganan oleh Kepolisian, padahal
menurut Penyidik bahwa penanganan yang dilakukan sudah dilakukan secara
maksimal. Untuk itulah peneliti beranggapan bahwa perlunya dilakukan penelitian
terhadap keefektivan Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dalam menangani
perkara tindak pidana terhadap anak.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar
melaksanakan tugas dengan efektif dalam menangani tindakan pidana terhadap anak
yang terjadi diwilyah Hukum Polrestabes Makassar ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi penanganan
tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh Unit PPA Sat reskrim diwilayah
hukum Polrestabes Makassar ?
Pada penilitian ini, peneliti membuat sebuah kerangka
konseptual yang bertujuan untuk mencapai kesimpulan yang dapat digambarkan dengan melihat hubungan antara
variabel-variabel dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori serta
konsep-konsep yang telah diutarakan, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pemahaman peneliti yang dapat mengakibatkan kesalahan bagi peneliti dalam
mengambil kesimpulan. Untuk itu, kerangka konseptual dalam penelitian ini
mengambil acuan awal dari dasar hukum yang digunakan oleh Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar dalam penanganan tindak pidana terhadap Anak.
Kemudian dalam penanganan tersebut dikaitkan dengan
landasan teori yang telah diutarakan sebelumnya yaitu: teori peran, teori
Kinerja, Teori hukum pidana, serta pembuktian. Setelah itu, dalam penanganan
tindak pidana terhadap Anak yang dilakukan oleh Unit PPA tersebut kemudian
dipadukan dengan faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor SDM maupun Faktor
Fasilitas yang dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. maka
dengan tahapan tersebut diatas akan menunjukkan hasil penelitian yang dapat
menjawab pertanyaan pada rumusan masalah terutama untuk melihat apakah peran
Unit PPA sudah optimal dalam penanganan tindak pidana terhadap anak di wilayah
hukum Polrestabes Makassar. Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual yang
dimaksud, dapat terlihat pada diagram berikut ini:
Metode Penelitian
Dengan melihat pendekatan penelitian yang diutarakan
diatas, maka data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini terbagi menjadi dua
jenis data, yaitu Data Primer dan Data Skunder. Data Primer dalam penelitian
ini diperoleh dengan cara peneliti yang terjun langsung kelapangan. Pada saat
dilapangan, peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada pihak-pihak
yang terkait dengan penelitian, dan juga memberikan kusioner terhadap subjek
penelitian dalam hal ini penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar serta
anak yang berhadapan dengan hukum, selain itu juga dengan melakukan pengamatan
atau observasi terhadap data-data ataupun keadaan yang sebenarnya terjadi
dilapangan, sehingga menghasilkan data akuntabel yang berguna bagi penelitian. Data
skunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi kepustakaan. Studi
kepustakaan yang dimaksud adalah menelusuri berbagai kepustakaan atau literatur
hukum yang berkaitan dengan penelitian, baik itu aturan-aturan hukum ataupun
dokumen-dokumen yang mendukung data penelitian, sehinggah dapat terkumpulkan
data atau informasi penelitian yang sesuai dengan harapan peneliti.
Populasi dalam penelitian ini meliputi personil Polri
yang menangani tindak pidana terhadap anak, yaitu personil Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (Unit PPA) Satuan Reskrim Polrestabes Makassar, serta Anak
dan keluarga Anak (orang tua) yang menjadi Korban tindak pidana yang ditangani
Oleh Unit PPA tersebut. Sedangkan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel populasi yang berasal
dari personil Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Satuan Reskrim
Polrestabes Makassar yang berjumlah 13 orang, dan anak yang menjadi korban
tindak pidana yang ditangani oleh Unit PPA tersebut.
Setelah data primer ataupun data skunder yang diperlukan
telah terkumpul, maka nantinya data atau informasi yang diperoleh tersebut
diteliti secara kualitatif dengan
mengolah bahan pustaka, dokumen, serta fakta lain yang didapati selama
melakukan penelitian dilapangan yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori
serta aturan yang terdapat di perundang-undangan, sehingga dapat menjawab
permasalahan yang sebelumnya telah dirumuskan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Efektivitas Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar Dalam Menangani
Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar
Berdasarkan hasil
penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap anak yang terjadi
diwilayah hukum Polrestabes Makassar, yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar, baik itu hasil penelitian yang diperoleh melalui
kuesioner ataupun wawancara langsung terhadap objek yang diteliti yakni korban
ataupun pelapor serta penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar yang
menangani tindak pidana terhadap anak.
Anak sebagai
korban tindak pidana yang terjadi dikota Makassar dalam segi kuantitas cukup
banyak jika dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan di Polrestabes Makassar,
khususnya yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Setelah penulis melakukan penelitian di Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes
Makassar, didapatkan data jumlah kasus tindak pidana terhadap anak, sesuai
dengan data yang diperoleh penulis, bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Laporan dan penyelesaian Tindak Pidana Terhadap
Anak
Tahun
|
Jumlah Laporan Yang Masuk
|
Jumlah Laporan
Yang Selesai
|
|
Restoratif
(upaya damai)
|
Proses hukum
|
||
2013
|
196
|
102
|
84
|
2014
|
259
|
140
|
95
|
2015
|
153
|
90
|
52
|
2016
(data sampai
bulan Juli)
|
81
|
53
|
22
|
Sumber : Unit PPA Reskrim, diolah
Tahun 2016
Meskipun ada
penurunan pada jumlah laporan tindak pidana terhadap anak, Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar tetap meningkatkan kualitas diri
personilnya serta kerja sama dalam menyelesaikan kasus tindak pidana terhadap
anak. Dari hasil wawancara kami, diperoleh data bahwa tindak pidana terhadap
anak didominasi oleh perbuatan kekerasan terhadap anak secara fisik. Sedangkan
dari tabel diatas juga dapat terlihat bahwa Tahun 2014 terjadi peningkatan
laporan tentang tindak pidana terhadap anak yang masuk di Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes makassar yaitu sejumlah 259 laporan yang masuk. Sedangkan
ditahun 2015 mengalami penurunan hampir
setengahnya yaitu sejumlah 153 laporan.
Dapat dilihat
juga dalam penggolongan penyelesaian laporan yang tertuang dalam tabel diatas,
dari hasil penelitian yang telah kami lakukan, diperoleh juga fakta bahwa
penyelesaian perkara tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh Unit PPA
Sat Reskrim Polrestabe Makassar tidak hanya melalui proses hukum yang normatif
yaitu sampai pelimpahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan (apabila P-21),
tetapi proses jalan damai atau yang biasa disebut melalui restoratif juga
dikategorikan sebagai suatu penyelesaian kasus oleh Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar.
Yang menarik,
dari hasil wawancara terhadap korban ataupun pelapor tindak pidana terhadap
anak, kami peroleh temuan bahwa Penyelesaian secara restoratif atau berdamai
ini dipandang dapat memberikan rasa keadilan bagi pelapor ataupun korban
walaupun tanpa harus melalui proses di pengadilan. Sehingga diperoleh data
bahwa upaya damai atau restoratif dalam penyelesaian perkaran tindak pidana
terhadap lebih banyak dibandingkan proses secara hukum sampai di pengadilan.
Dari hasil
wawancara kami yang mendalam diperoleh bahwa Penyelesaian secara restoratif
yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dilakukan dengan
cara kekeluargaan yang diawali dengan upaya pelaku atau keluarga pelaku yang
meminta maaf kepada korban atau pelapor yang dikuatkan dengan surat pernyataan
yang dibuat oleh pelaku. Posisi penyidik dalam upaya damai disini adalah tidak
lebih dari sebagai penengah yang bersifat netral yang tidak boleh melakukan
intervensi kepada salah satu pihak. Hasil dari upaya damai tersebut yang biasanya
dituangkan dalam surat pernyataan dan kemudian juga diikuti dengan surat dari
pelapor kepada penyidik perihal pencabutan Laporan Polisi yang disampaikan ke
penyidik untuk kemudian menjadi pertimbangan penyidik bahwa rasa keadilan telah
didapatkan oleh korban atau pelapor sehingga penyidik tidak perlu melanjutkan perkara tersebut
sampai dengan pengiriman berkas ke kejaksaan. Langkah-langkah seperti tersebut
diatas dianggap sebagai suatu penyelesaian perkara tindak pidana terhadap anak
yang ditangani oleh Unit PPA sat Reskrim Polrestabes Makassar yang kemudian
dilaporkan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sampai kesatuan
tingkat atas.
Disisi lain,
berdasarkan hasil wawancara kami dengan penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar diperoleh
informasi bahwa proses penanganan tindak pidana terhadap anak oleh penyidik
Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar yang tidak berujung pada kesepakatan
damai atau dalam hal ini melalui cara restoratif, maka penyidik memproses
perkara tersebut sampai melengkapi pengiriman berkas perkara dan barang bukti
ke kejaksaan (P-21) sesuai dengan prosedur tahapan penyidikan yang berlaku,
dengan tetap mengacu pada KUHAP dan KUHP, undang-undung khusus yang mengatur
tentang anak sebagai korban tindak pidana, serta norma norma hukum yang
berkaitan dengan pembuktian suatu peristiwa tindak pidana
Lebih lanjut
lagi, Sebelum penulis membahas lebih dalam berkaitan dengan penelitian ini,
Kami akan memaparkan terlebih dahulu hasil dari kuesioner tentang Efektivitas
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar Dalam Menangani
Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar,
yang telah di jawab oleh sumber data penulis, baik dari korban itu sendiri
maupun dari penyidik yang dtuangkan dalam bentuk tabel. Angka yang ditunjukkan
adalah jumlah responden yang memberikan respon sesuai dengan petunjuk dalam
kuesioner.
Tabel 2
Hasil Kuesioner Untuk Korban (Jumlah Responden 14 Orang)
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
|||
Sangat Benar
|
Benar
|
Tidak Benar
|
Sangat Tidak Benar
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
Apakah pada waktu polisi melakukan pemeriksaan terhadap Anda, yang
memeriksa adalah polisi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polrestabes Makassar?
|
13
|
1
|
0
|
0
|
2
|
Apakah Pada waktu Anda dipanggil dan diperiksa di kantor polisi,
pihak keluarga diperbolehkan mendampingi?
|
9
|
5
|
0
|
0
|
3
|
Apakah Anda diperiksa di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPA) Polrestabes Makassar?
|
14
|
0
|
0
|
0
|
4
|
Apakah anda merasa nyaman di dalam ruang Unit Perlindungan Perempuan
dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar?
|
11
|
3
|
0
|
0
|
5
|
Apakah Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polrestabes Makassar memberikan penjelasan tentang duduk perkara secara jelas
dan terang?
|
13
|
1
|
0
|
0
|
6
|
Apakah menurut anda Petugas di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPA) Polrestabes Makassar terlatih dalam melakukan penyidikan?
|
12
|
2
|
0
|
0
|
7
|
Apakah Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polrestabes Makassar ramah dalam menjalankan proses penyidikan?
|
13
|
1
|
0
|
0
|
8
|
Apakah Prosedur penyidikan yang diterapkan oleh penyidik Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Makassar mudah dimengerti?
|
12
|
2
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
9
|
Apakah Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes
Makassar menyampaikan informasi tentang perkembangan penyidikan terhadap
perkara yang anda alami?
|
13
|
1
|
0
|
0
|
10
|
Apakah Anda merasa terbantu dan puas pada proses penyidikan dalam
penanganan kasus oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes
Makassar?
|
14
|
0
|
0
|
0
|
Sumber : Data Primer
, diolah Tahun 2016
Sesuai dengan
tabel hasil kuesioner terhadap responden di atas, diperoleh fakta bahwa kinerja
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar sangat baik
dalam proses penyidikan tindak pidana terhadap anak. Mulai dari kenyamanan saat
pemeriksaan, penjelasan terhadap duduk pekara dengan jelas, sampai dengan
proses penyidikan yang mudah dimengerti oleh korban dan keluarganya.
Penilain kami
tersebut diatas jika dikaitkan dengan teori yang telah kami kemukakan pada bab
sebelumnya, bahwa menurut HAS
Moenir, bahwa
dalam pelayanan umum (termasuk pelayanan Kepolisian), terdapat adanya beberapa
faktor pendukung yang
mempengaruhi kualitas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat yaitu:
a)
Faktor
Kesadaran
Faktor
kesadaran ini dapat terlihat dengan sebagian besar penyidik memberikan
penjelasan secara baik kepada korban mengenai duduk perkara tindak pidana
terhadap anak yang di alami oleh korban. Sehingga korban ataupun pelapor memahami tentang
sejauhmana penangan perkara yang dia alami.
b)
Faktor
Aturan
Dalam faktor
ini tergambar dari hasil penelitian bahwa penyidik Unit Perlindungan Perempuan
dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar
melakukan
penyidikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
c)
Faktor
Organisasi
Sangat jelas
dalam faktor ini, bahwa penanganan terhadap laporan yang masuk tentang tindak
pidana terhadap anak di Satuan Reskrim Polrestabes diberikan dan ditangani oleh
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), sesuai dengan maksud pembentukan
Unit ini, sehinggah unit PPA tersebut
bisa lebih berfokus pada perkara terhadap anak yang ditangani.
d)
Faktor
Pendapatan
Seluruh
penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar merupakan anggota Polri yang sudah pastinya mendapatkan
gaji yang telah disediakn oleh negara. Sehingga faktor pendapatan sudah
terpenuhi untuk menunjang efektifitas penyidik dalam menyidik tindak piana
terhadap anak.
e)
Faktor
Kemampuan dan keterampilan
Faktor ini
terlihat dengan sebagian besar penyidik memiliki dasar pelatihan tentang
penyidikan tindak pidana terhadap anak, yang dikuatkan dengan penilaian korban
atau pelapor yang sebagian besar menganggap penyidik Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar terlatih dalam penanganan perkara
tindak tidana terhadap anak.
f)
Faktor
Sarana Pelayanan
Sarana
pelayanan merupakan salah satu faktor yang mendukung, sarana ini berdasarkan
hasil pengamatan kami bahwa sarana pelayanan yang dimiliki oleh penyidik Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar dapat dimanfaatkan secara optimal, hal ini nampak jelas
terlihat dengan ruangan Unit PPA yang terlihat berbeda dengan ruangan unit lain
di Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Hal lain yang
mendasari pendapat kami seperti pada urain sebelumnya bahwa jika dikaitkan dengan
penilaian kepuasan pelanggan, dalam hal ini korban ataupun keluarga, menurut
Christopher Lovelock (1994;100) bahwa konsumen mempunyai kriteria yang pada
dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan kepuasan terhadap
pelanggan, kriteria tersebut adalah:
Reliability (kehandalan), adalah kemampuan memberikan jasa secara
akurat sesuai dengan yang dijanjikan. Dari 13 orang penyidik yang menjadi
responden, 10 (sepuluh) pernah mengikuti pelatihan tentang penanganan tindak
pidana terhadap anak. Dikuatkan dengan pengalaman selama melakukan penyidikan
serta kerja unit yang saling melengkapi di Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Responsiveness (cepat tanggap), adalah kemampuan unit PPA untuk
membantu korban tindak pidana terhadap anak dengan cepat dan sesuai dengan
kebutuhan korban. Kita bisa lihat responden dari korban merasa puasa dan
terbantu mulai dari proses pemeriksaan hinggan penyidikan.
Assurance (jaminan), adalah pengetahuan dan kemampuan anggota unit
PPA untuk melayanai dengan rasa percaya diri. Hal ini bisa dilihat dari
banyaknya anggota unit PPA yang telah melakukan pelatihan tentang tindak pidana
terhadap anak.
Emphaty (empati), yaitu anggota PPA wajib memperhatikan korban
secara individual selama proses pemeriksaan dan penyidikan berlangsung.
Tangible (terlihat), adalah penampilan fisik, peralatan, dan
personil. Meskipun korban diperiksa sebagian besar di ruangan Unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar, tapi dengan sikap anggota
penyidik yang ramah sehingga tidak memberikan kesan menakutkan terhadap korban
tindak pidana terhadap anak.
Dengan demikian
Kinerja yang baik ditunjukan dari Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar,
dengan harapan bisa memberi pengaruh positif yaitu meningkatkan kepercayaan
dari masayarakat kepada Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sehingga
penanganan perkara tindak pidana terhadap anak dapat berjalan efektif sesuai
dengan yang diharapkan.
Dari tabel
tersebut diatas, dapat terlihat jelas bagaimana kemampuan seorang penyidik Unit
PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Dari 13 penyidik Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar, hanya 3 orang yang belum pernah mengikuti pelatihan
tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak, hal ini menunjukan bahwa
sebagian besar penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sudah
mempunyai kemampuan dasar penyidikan tindak pidana terhadap anak.
Lebih lanjut,
seperti yang tertuang didalam tabel tersebut diatas juga diperoleh informasi
bahwa secara umum penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar melakukan
penyidikan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, hal ini bertujuan agar
proses penyidikan dapat berjalan dengan efektif sehingga memberikan kepuasan
terhadap pelapor ataupun korban tindak pidana terhadap anak.
Faktor-Faktor
Yang Memepengaruhi Penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh
Unit PPA Sat Reskrim Diwilayah Hukum Polrestabes Makassar.
Dalam penelitian
yang telah kami lakukan, untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Unit PPA Sat
Reskrim, maka yang menjadi sumber data berikutnya adalah penyidik Unit PPA Sat
Reskrim Polrestabes Makassar. Adapun dari hasil pengisian kuesioner serta
wawancara yang telah dilakukan terhadap penyidik Unit PPA maka diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel 3
Hasil Kuesioner Untuk Penyidik (Jumlah Responden 13
Orang)
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
|||
Sangat Benar
|
Benar
|
Tidak Benar
|
Sangat Tidak Benar
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
Apakah Anda
menjalankan proses penyidikan yang menjadi tanggung jawab saya tepat waktu?
|
8
|
5
|
0
|
0
|
2
|
Apakah anda pernah
mengikuti pelatihan tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak?
|
2
|
8
|
2
|
1
|
3
|
Apakah anda memiliki
serta menguasai pengetahuan sebagai penyidik pada proses penyidikan pada
kasus tindak pidana terhadap anak yang sedang berlangsung?
|
5
|
8
|
0
|
0
|
4
|
Apakah anda mahir
menggunakan teknologi (komputer, internet, smartphone, dll) untuk menunjang kinerja anda sebagai penyidik?
|
6
|
7
|
0
|
0
|
5
|
Apakah anda
menjalankan tahapan penyidikan sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang
berlaku?
|
11
|
2
|
0
|
0
|
6
|
Apakah menurut anda
payung hukum dalam penanganan perkara anak sudah sesuai dengan perkembangan
penyidikan tindak pidana terhadap anak saat ini?
|
6
|
5
|
2
|
0
|
7
|
Apakah anda mampu membangun suasana yang interaktif,
aman dan nyaman bagi korban tindak pidana terhadap anak pada saat penyidikan?
|
6
|
7
|
0
|
0
|
8
|
Apakah anda
memberikan penjelasan tentang duduk perkara secara jelas dan terang baik
kepada korban tindak pidana terhadap anak maupun keluarganya?
|
8
|
5
|
0
|
0
|
9
|
Apakah anda
menyampaikan informasi tentang perkembangan penyidikan kepada korban tindak
pidana terhadap anak maupun keluarganya?
|
10
|
3
|
0
|
0
|
Sumber : Data
Primer , diolah Tahun 2016
Dari hasil
penelitian dengan cara wawancara yang telah dilakukan terhadap penyidik Unit
PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dalam hal ini wawancara yang kami lakukan
di lokasi penelitian dengan mewawancarai Kepala Unit PPA IPTU Ginandra Putri,
SIK. diperoleh informasi bahwa dalam penyidikan, faktor yang mempengaruhi
terbagi menjadi yang mendukung dan yang menghambat. Hal tersebut adalah:
1.
Yang Mendukung
a.
Sumber Daya Manusia. Anggota PPA memiliki kemauan dan
motivasi untuk memberikan penanganan kepada korban dengan baik, adanya
kemampuan kemampuan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk korban saat
pemeriksaan, dan adanya kemauan dari anggota PPA untuk mengikuti pelatihan yang
berhubungan dengan penanganan kasus tindak pidana terhadap anak.
b.
Adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam
penyidikan anak sebagai korban sehingga penyidik lebih terarah dalam melakukan
penyidikan.
c.
Adanya respon positif dari korban ataupun keluarga korban
terhadap pelayanan dan penanganan yang cepat selama proses penyidikan.
d.
Adanya pelatihan dan seminar yang difasilitasi oleh
instansi terkait dalam penyidikan korban tindak pidana terhadap anak.
2.
Yang Menghambat
a.
Masih ada beberapa anggota unit PPA yang belum mengikuti
pelatihan tentang penanganan tindak pidana terhadap anak meskipun hanya dalam
jumlah yang kecil.
b.
Kerjasama antara unit PPA dengan instansi/lembaga
terkait, hanya pada sosialiasi tentang UU No.35/2014 tentang perubahan UU
No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, sedangkan dalam hal penyidikan, belum ada
kesamaan persepsi dan belum ada pelaporan terpadu masih cenderung dari pihak
kepolisian yang menerima pelaporan dari korban.
c.
Sarana dan prasarana dengan kelengkapan yang ada kurang
memadai terutama ruang khusus pemeriksaan anak yang belum dimiliki guna
menunjang proses penyidikan.
d.
Banyaknya kasus lain yang ditangani oleh unit PPA tidak
sebanding dengan jumlah anggota yang tersedia, sehingga mengakibatkan perhatian
dan konsentrasi anggota dalam melakukan penyidikan terhadap korban menjadi
terbagi.
e.
Masyarakat yang belum sepenuhnya merubah budaya yang ada
serta memahami hukum yang kekinian, Anggapan bahwa melakukan kekerasan dalam
rangka mendidik anak oleh orang tua adalah hal yang wajar serta anggapan bahwa
kasus kekerasan merupakan wilayah pribadi keluarga dan hal tersebut dianggap
aib apabila sampai diketahui orang lain yang berlawanan dengan hukum yang ada.
Dari tabel
tersebut diatas serta hasil wawancara yang telah dilaksanakan, yang kemudian
disesuaikan dengan hipotesis yang telah diutarakan sebelumnya tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan Tindak Pidana Terhadap Anak Yang
Dilakukan Oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes makassar, maka dapat
digolongkan menjadi 3 bagian:
a. Faktor Hukum
Faktor hukum mempunyai pengaruh dalam
penanganan perkara tindak pidana terhadap anak yang dilaksanakan oleh penyidik
Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sebagian besar penyidik beranggapan
bahwa payung hukum ataupun regulasi
hukum yang yang ada saat ini serta digunakan dalam penanganan tindak pidana terhadap
anak sudah sesuai dengan perkembangan penyidikan saat ini. Aturan-aturan
tersebut dianggap sudah cukup mumpuni untuk memberikan batasan-batasan serta
perlindungan hukum terhadap anak sehinggah penyidikan lebih efektif dan
meberikan perlindungan maksimal terhadap anak sebagai korban tindak pidana.
Undang-undang khusus yang mengatur tentang penanganan tindak pidana terhadap
anak, membuat penyidik lebih terarah dalam memproses tindak pidana tersebut.
b. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM)
Dengan melihat data yang disajikan
sebelumnya, dapat terlihat jelas bagaimana kemampuan seorang penyidik Unit PPA
Sat Reskrim Polrestabes Makassar. Dari 13 penyidik Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar, hanya 3 orang yang belum pernah mengikuti pelatihan
tentang penanganan kasus tindak pidana terhadap anak, hal ini menunjukan bahwa
sebagian besar penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar sudah
mempunyai kemampuan dasar penyidikan tindak pidana terhadap anak. Yang kemudian
dikuatkan lagi dengan pengetahuan penyidik tentang penanganan tindak pidana
terhadap anak yang berdasar pada pengalaman penyidik dalam menangani kasus
sehingga penyidik juga mampu menciptakan suasana yang nyaman kepada korban
ketika melakukan pemeriksaan. Tetapi selain itu, masih ada anggota unit PPA Sat
Reskrim Polrestabes Makassar yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang
penangnan tindak pidana terhadap anak tetapi jumlahnya yang tidak mempengaruhi
penanganan perkara tindak pidana yang
ditanganinya dikarenakan sistem kerja Unit yang saling melengkapi yang
diterapkan Unit PPA Satuan Reskrim Polrestabes Makassar. Pengaruh lain yang
mempengaruhi SDM adalah jumlah anggota yang tidak sesuai dengan jumlah perkara
yang ditangani oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar, sehingga dapat
mempengaruhi fokus penyidik dalam penanganan kasus tindak pidana terhadap anak.
c. Faktor Fasilitas
Faktor fasilitas yang dimaksud adalah lebih
kepada sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes
Makassar. Ketika melakukan penelitian di ruangan Unit PPA Sat Reskrim
Polrestabes Makassar, terlihat bahwa ruangan yang digunakan untuk memeriksa
anak masih bergabung dengan ruang pemeriksaan lain bagi pemeriksaan orang
dewasa, hal ini dapat mempengaruhi kondisi anak yang diperiksa sehingga dapat
berdampak kepada informasi yang dibutuhkan penyidik dalam penyidikan yang
dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Terlepas dari faktor-faktor yang diutarakan
diatas yang sejalan dengan hipotesis yang telah kami sampaikan sebelumnya,
faktor lain yang mempengaruhi penanganan tindak pidana terhadap anak oleh Unit
PPA adalah faktor pemahaman hukum oleh masyarakat itu sendiri serta faktor
Kerjasama antara unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar dengan
instansi/lembaga yang terkait, hanya sebatas pada sosialiasi payung hukum
tentang Perlindungan Anak sedangkan dalam hal penyidikan, belum ada sistem
pelaporan terpadu masih cenderung dari pihak kepolisian yang menerima pelaporan
dari korban.
Kesimpulan dan Saran
Sebagaimana hasil temuan selama penelitian serta
pembahasan yang telah diuraikan, maka Kamu menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Efektivitas Penanganan tindak pidana terhadap anak oleh
Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes makassar dapat dilihat dengan kinerja anggota
unit PPA dalam penyidikan yang menghasilkan kepuasan korban ataupun pelapor
selama dalam proses selama pemeriksaan sampai selesainya laporan yang
ditangani. Hal ini merupakan prestasi kerja dari anggota unit PPA yang memiliki
kemauan positif dan motivasi untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi korban dengan bekerjasama dan saling koordinasi. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa penangan perkara tindak pidana terhadap anak yang ditangani
oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar berjalan Efektif yang
berkesesuaian dengan kepuasan pelapor.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan tindak pidana
terhadap anak oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar terbagi mendjadi
3, yaitu:
a.
Faktor Hukum, yaitu aturan hukum yang mengatur tentang
tata cara penyidik menangani tindak pidana terhadap anak.
b.
Faktor SDM, adalah kemampuan anggota dalam menangani
tindak pidana terhadap anak.
c.
Faktor Fasilitas, lebih kepada sarana prasarana yang
dimiliki oleh Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Makassar.
Saran
1.
Karena masih ada anggota unit PPA yang belum mengikuti
pelatihan tentang penanganan korban tindak pidana terhadap anak, maka sebaiknya
anggota tersebut secepatnya diikutkan pada pelatihan tersebut agar dapat
menambah kemampuan Penyidik dalam menangan tindak pidana terhadap anak
nantinya.
2.
Penambahan jumlah personil (penyidik) untuk anggota unit
PPA Sat reskrim Polrstabes Makassar sangat diperlukan, sehingga diharapkan
perhatian penyidik tidak terbagi dengan banyaknya kasus lain yang ditangani
oleh penyidik Unit PPA.
3. Bagi pemerintah, perlunya memperhatikan fasilitas yang dimiliki
oleh Unit PPA, khususnya ruang pemeriksaan khusus anak, guna untuk
memaksimalkan informasi yang dibutuhkan dari anak sebagai korban sehingga
proses penyidikan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdoel, Djamali. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. PT. Rajagrafindo persada: Jakarta.
Achmad, Ali. 2010. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1. Kencana: Jakarta.
Agustin, Risa. 2012. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Serba Jaya: Surabaya.
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode
Penelitian Hukum. RajaGrafindo
Persada: Jakarta.
Arief, Sidharta. 1999. Refleksi
Tentang Hukum. Citra Aditya Bakri: Bandung.
Bambang, Sunggono. 2002. Metodologi Penelitian Hukum. Raja
Grafindo Persada:
Jakarta.
Barda
Nawawi, Arief. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum.
Citra Aditya Bakti:
Bandung.
Berry, David. 1995. Pokok-Pokok pikiran dalam Sosiologi. Terj. Paulus Wirutomo, PT.
Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Budi, Sampurna. 2008. Beberapa Aspek kebijakan penegakan Hukum.
Citra Aditya Bakti:
Bandung.
Christopher, Lovelock. 1994. Manajemen Pemasaran Jasa. Kelompok Gramedia
Indeks: Indonesia.
Darwan, Printis. 2001. Sosialisasi dan Seminar Penegakan HAM.
PI. Citra aditya: Bandung.
Djumialdi. 1995. Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti. Mandar Maju: Bandung.
Earlyanti, N I. 2012. Pengantar metodologi Penelitian. Tera Riset: Jakarta.
Erma, Syofyan Syukrie, 2005. Pelaksanaan
Konvensi Hak Anak ditinjau dari Aspek Hukum. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
Gosita,
Arif. 1984. Masalah Perlindungan Anak.
Akademi Pressindo: Jakarta.
Hazah, Andi. 2004. KUHP & KUHAP. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Hamza
Baharuddin. 2010. Pemikiran Mengenai Hukum (sebuah Refleksi Kritis). Nala Cipta Litera:
Makassar.
Ilham, Gunawan. 1992. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum.
Angkasa: Bandung.
Irsan,
Koesparmono, dkk. 2007. Hak Asasi Manusia dan Kepolisian
(Modul A2101/2 SKS),
PTIK: Jakarta
Ismail, Haeruddin. 1997. Polisi dan Masyarakat. Henki cahyadi: Medan.
Jimly, Asshiddiqie. 2010. Perihal Undang-Undang. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
James A. Black
dan Dean J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Koentjaraningrat. 1980. Metode-metode
Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.
Lamintang,
P.A.F. 1990. Hukum Pidana Indonesia .Bima
Cipta: Bandung.
Laporan
UNICEF. 1995. Aspek Hukum Perlindungan Anak, dalam Perspektif Konvensi Hak anak. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Marpaung,
leden. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana
(Penyelidikan& Penyidikan). Sinar Grafika: Jakarta.
Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Cet. 7. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Moenir,
HAS. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di
Indonesia. Bumi Akasara: Jakarta.
Moleong,
Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Remaja Rosdakarya: Bandung.
Momo,
Kelana. 1984. Hukum Kepolisian. Grameida Widiasarana
Indonesia: Jakarta.
Muhammad, Farouk dan H. Djaali. 2005. Metode Penelitian
Sosial. Restu agung: Jakarta.
Muhammad, Farouk dkk. 2008. Modul Metodologi Penelitian. PTIK Press: Jakarta.
Muhammad Joni, dan
Zulchaina Z. Tanamas. 1999. Aspek Perlindungan Anak; Dalam Prespektif Konvensi Hak Anak. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Mulyadi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Ngani, Nico. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. remaja Rosdakarya: Bandung.
Nurfaizi.
1998.
Megatrend Kriminalitas. Jakarta Citra: Jakarta.
Otje Salman S, dan Anton F Susanto. 2005. Teori Hukum
(Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali). Refika Aditama:
Bandung.
Parsudi, Suparlan. 1972. Masalah-masalah
Sosial dan Ilmu Sosial dasar. Akademika Pressindo:
Jakarta.
Prints,
1998. Hukum acara Pidana dalam Praktik.
Djambatan: Jakarta.
Ram,
Aminuddin. 1992. Sosilogi, Terj. Paul
B. Horrrton dan Chaester L. Hunt, Erlangga: Jakarta.
Sahetapy, JE. 1983. Kejahatan Kekerasan, Cetakan 1. Sinar Wijaya: Surabaya.
Satjipto,
Rahardjo. 1982. Ilmu Hukum, Alumni Bandung:
Bandung.
Sedarmayanti. 2011. Membangun Dan Mengembangkan
Kepemimpinan Serta Meningkatkan Kinerja Untuk Meraih Keberhasilan. Refika Aditama: Bandung.
Siswanto, Sunarso. 2004.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
Hukum. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Soerjono, Soekanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penegakkan Hukum, Grafindo
Persada: Jakarta.
__________.
1986.
Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press:
Jakarta.
__________. 1983. Penegakan Hukum. Bina cipta: Bandung.
Soleman B, Taneko. 1993. Pkkok-pokok
Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Pers: Jakarta.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta: Bandung.
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka Cipta: Jakarta.
Sukidjo,
Aruan & Bambang Poernomo.
1990. Hukum Pidana Dasar Aturan Umum
Hukum Pidana Kodifikasi. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Sumadi,
suryabrata. 1992. Metodologi Penelitian, Rajawali pers:
Jakarta.
Sutrino, Hadi. 1994. Metodologi research, Jilid 1, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM:
Yogyakarta.
Soetandyo,
Wignjosoebroto. 1993. Konsep Hukum, Tipe Kajian, dan Metode Penelitiannya, Program Pasca Sarjana UNAIR:
Surabaya.
Ronny, Soemitro Hanitijo. 1984. Masalah-masalah Sosiologi Hukum Sinar Baru: Bandung.
Syahruddin, Nawi. 2014. Pnelitian Hukum
Normatif versus Penelitian Hukum Empiris, Umitoha Ukhuwah Grafika: Makassar.
Syamsuddin, Pasamai. 2013. Sejarah dan
Sejarah Hukum, Arus timur:
Makassar.
__________.
2014.
Sosiologi dan sosiologi Hukum, Arus timur: Makassar.
Waworuntu,
Bob. 1997. Dasar-dasar Keterampilan Abdi
Negara Melayani Masyarakat.
PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Wirawan Sarwono, Sarlito. 2002. Teori-teori
Psikologi, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Peraturan
Peraturan
Kapolri, Nomor : 10
Tahun 2007, tentang Organisasi dan tata
kerja Unit pelayanan Perempuan dan anak (Unit PPA) di lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Peraturan
Kapolri Nomor : 3
tahun 2008, tentang Pembentukan Ruang
Pelayanan Khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan atau korban tindak pidana.
Peraturan
Kapolri, Nomor : 10
Tahun 2007, tentang Organisasi dan tata
kerja Unit pelayanan Perempuan dan anak (Unit PPA) di lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Peraturan
Kapolri Nomor : 3
tahun 2008, tentang Pembentukan Ruang
Pelayanan Khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan atau korban tindak pidana.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002, tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002, tentang
Perlindungan anak.
Undang-Undang
Nomor 11
tahun 2012,
tentang Sistem Peradilan Pidana
anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar