Indonesia adalah negara demokrasi, jelas tertuang pada
dasar konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 (UUD 1945). Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, semua konstitusi yang pernah berlaku bisa dikatakan menganut prinsip
demokrasi. Hal tersebut dapat terlihat dari Pasal
1 ayat 2 UUD
1945 (sebelum amendemen) berbunyi "Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat" yang kemudian berubah menjadi Pasal 1 ayat 2 (setelah
amendemen) berbunyi "Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar". Apabila dikaitkan dengan konsep negara demokrasi dengan
pasal diatas maka akan sejalan, katena menurut Abraham
Lincoln “Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat”.
Lebih dalam John L. Esposito
berpendapat bahwa “Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh
karenanya, seluruh rakyat berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif
maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu
saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif”. Pendapat-pendapat diatas semakin mempertegas bahwa Indonesia adalah
negara demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasan untuk melindungi hak-hak
warga negaranya.
Lebih dalam dapat dipahami bahwa prinsip demokrasi adalah yang menempatkan kedaulatan berada di tangan rakyat. Oleh sebab itu, kepentingan rakyat harus diutamakan. Konsekuensinya, negara harus terbuka dengan aspirasi juga kritikan dari rakyat. Terlebih lagi, kebebasan menyatakan pendapat ini dijamin dalam konstitusi Indonesia UUD 1945. Disisi lain kebebasan menyatakan pendapat berkaitan erat dengan Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) yang dimana sejak era Reformasi kegiatan tersebut makin sering kita lihat. Kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa atau demonstrasi merupakan bagian dari implementasi prinsip dasar demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Unjuk rasa atau demonstrasi (demo) dapat diartikan sebagai sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Unjuk rasa atau demonstrasi saat ini umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa dan orang-orang atau kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan pemerintah dan yang menentang kebijakan pemerintah, namun unjuk rasa atau demonstrasi juga dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya. Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan bentuk ekspresi berpendapat yang merupakan hak setiap warga negara yang diatur dalam Undang-undang. Perlu dipandang bahwa Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah salah satu diantara sekian banyak cara menyampaikan pikiran atau pendapat didepan umum, Ketika demonstrasi menjunjung tinggi demokrasi maka dipandang sebagai hal positif dan mempunyai nilai baik di mata masyarakat, namun ketika demonstrasi mengabaikan demokrasi maka dipandang masyarakat sebagai hal yang tercela atau negatif. Demonstrasi atau aksi unjuk rasa sendiri sebenarnya hanya satu dari berbagai pilihan penyampaian ekspresi dan aspirasi yang bisa dilakukan individu atau sekelompok masyarakat. Di luar demonstrasi, siapa saja bisa menyampaikan pendapatnya lewat berbagai bentuk bisa lewat tulisan atau juga bisa menggugat melalui jalur hukum yang sudah disediakan
Merujuk cita-cita demokrasi yang menjelasakan bahwa pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat, maka kebebasan menyatakan pendapat rakyat harus dijunjung tinggi. Dalam hal warga negara Indonesia, konstitusi menyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional yang dilindungi sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945 berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Yang dipertegas bahwa Hak dasar yang dimiliki oleh tiap individu dalam sebuah negara tercantum pada konstitusinya, diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Disamping itu, perlu juga dilihat ketentuan dalam Pasal 28F UUD 1945, yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Unjuk rasa atau demonstrasi yang berlangsung sesuai dgn ketentuan perundang-undangan merupakan perwujudan hak konstitusi yang baik, tetapi apabila berlangsung tidak sesuai dgn yg diamanatkan uu maka dpt dikatakan sebagai kegiatan yg mencederai uu hak konstitusi.
Sehingga muncul pertanyaan, apakah unjuk rasa / demonstrasi dapat
dibubarkan? Sedangkan penyampaian pendapat melalui unjuk rasa /
demonstrasi dilindungi oleh undang-undang dan merupakan hak kontitusi warga
negara?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita memahami
dulu aturan yang mengatur tentang unjuk rasa / demonstrasi (penyampaian
pendapat dimuka umum) sesuai dengan aturan yang berlaku di Negara kita.
Penjabaran dari UUD 1945 yang telah dijelaskan diatas, telah tertuang didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Yang mengatur secara khusus tentang tata cara atau hal-hal apa saja, serta tanggung jawab dan bagaimana hak kontitusi ini dapat dilaksanakan tanpa mencederai hak kontitusi lainnya. Selain itu, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tersebut.
Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 ini, ada beberapa pasal yang perlu
kita perhatikan terkait pertanyaan “apakah
Unjuk rasa / demonstrasi dapat dibubarkan?” Yaitu:
Pasal 6;
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk: a.
menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; c. menaati hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; d.
menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal
10; ayat (1)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum
dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, Pawai, Rapat Umum, dan
atau Mimbar bebas) wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. (2) pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. (3) pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x
24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh
Polri setempat. (4) Pemberitahuan
secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan
ilmiah di dalam kampus dan kegiatan.
Pasal
15: Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan
apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11.
Selain UU no 9 tahun 1998 diatas, Aturan lain yang mendasari seseorang bebas untuk mengeluarkan pendapat juga dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) berikut: “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara”. Meskipun demikian, ada hak konstitusi serta nilai-nilai didalam masyarakat yang harus tetap diutamakan seseorang dalam mengeluarkan pendapatnya (unjuk rasa / demonstrasi) sehingga harus menghargai hak orang lain tersebut, serta tunduk pada hukum yang berlaku. Lebih tegasnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 sebagai berikut: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Lebih khusus lagi, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Tegas tertuang pada Pasal 23 huruf e menyatakan bahwa kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran apabila berlangsung anarkis, yang disertai dengan tindak pidana atau kejahatan terhadap ketertiban umum, kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, dan kejahatan terhadap penguasa umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa terhadap para pengunjuk rasa / Demonstran juga tetap berlaku peraturan perundangan-undangan lain yang juga melekat kepada masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga apabila ada perbuatan yang menyalahi ketentuan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan perbuatan pidana, maka dapat dilakukan tindakan tegas oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku tersebut walaupun dalam bingkai kegiatan unjuk rasa / demonstrasi yang mungkin bisa berujung pada pembubaran kegiatan unjuk rasa / demonstrasi ataupun sampai kepada pelaku tersebut diamankan oleh pihak yang berwenang.
Psikolog klinis dari Personal Growth, Veronica Adesla mengatakan, “ketika seseorang berada bersama atau tergabung dalam kelompok bersama-sama melakukan aksi, maka identitas pribadi mereka akan menghilang, melebur dengan identitas kelompok. Mereka percaya bahwa tindakan atau perilaku yang dilakukan bukan lagi menjadi tanggung jawab pribadi, melainkan tanggungjawab kelompok,".
Veronica mengungkapkan bahwa perasaan melebur sebagai
bagian dari kelompok membuat individu yang terlibat di dalamnya:
1. Merasa wajib untuk terlibat melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang
lain di dalam kelompoknya, karena ia adalah bagian dari kelompok.
2. Mudah tersugesti bila itu menyangkut penilaian ataupun
perlakuan negatif pihak luar terhadap kelompoknya. Sehingga tanpa berpikir
panjang (berpikir logis ataupun menilai kebenarannya), bila diprovokasi menjadi
mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan impulsif agresif.
3. Emosi marah dan takut adalah emosi dasar utama yang
dirasakan oleh manusia, setiap orang umumnya pernah merasakan hal ini. Perasaan
ini dapat menyebar dan menular dengan cepat di tengah kerumunan kelompok. Mulai
dari satu orang yang mengekspresikan dan kemudian beberapa orang yang
mengikuti, hingga pada kelompok yang lebih besar.
Dari teori diatas dikaitkan dengan beberapa peristiwa yang terjadi, dapat dimungkinkan beberapa potensi perbuatan pidana yang bisa timbul ketika berlangsungnya unjuk rasa / demonstrasi. Yaitu:
1. Unjuk rasa kadang dapat menyebabkan perusakan terhadap benda-benda. Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan. Perbuatan tersebut dapat menyalahi Pasal 170 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”
2. Apabila pengunjuk rasa / demonstran tidak mengindahkan himbauan oleh petugas yang berwenang atau bahkan melawan Petugas yang sedang melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang;:
Pasal
212 KUHP berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan
seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut
kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan
kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.”
Pasal
216 KUHP ayat (1) Barang siapa dengan sengaja tidak
menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan
tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak
pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang
dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan
ribu rupiah.
Pasal
218 KUHP “Barang siapa pada waktu rakyat
datang berkerumun dengan se- ngaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga
kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta
perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”
3. Apabila unjuk rasa / demonstrasi dilakukan dijalan umum, maka berpotensi menggangu aktivitas penggunaan jalan umum, sebagaimana diatur dalam UU NO 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN, yang tercantum dalam Pasal 12 ayat (1) “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan”.; Pasal 63, ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 192 “Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, membikin tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk lalu lintas umum, atau me-rintangi jalan umum darat atau air, atau menggagalkan usaha untuk pengaman bangunan atau jalan itu, diancam:” (1.) dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu lintas, (2.) dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalulintas dan mengakibatkan orang mati.
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku diatas, maka dapat menjawab pertanyan “apakah Unjuk rasa / Demonstrasi dapat dibubarkan?” dan jawabannya adalah bisa dibubarkan apabila kegiatan tersebut menyalahi aturan Hukum perundangan sehingga mengganggu ketertiban yang ada dimasyarakat. Tetapi, Terlepas dari dapat tidaknya unjuk rasa / Demonstrasi dibubarkan, yang terpenting bagi kita sebagai masyarakat Indonesia, kita harus menyadari bahwa demokrasi sudah menyediakan wadah hak kita untuk menyampaikan pendapat dimuka umum, silahkan dipergunakan sesuai dengan aturan yang ada tanpa harus mencederai hak-hak orang lain yang sama kedudukan dengan kita dimata Negara dan Hukum.
sumber: Dari berbagai peraturan perundangan-undangan dan berbagai artikel yang berkaitan dengan pokok pembahasan yang dimaksud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar