KELOMPOK I
KELAS D
TK III / DEN 44 WB
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pasa
saat ini, teknologi informasi dan komunikasi mengalami perkembangan yang
sangat pesat baik di Indonesia
maupun di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai bentuk inovasi
teknologi yang salah satunya adalah
internet atau interconnected network. Internet merupakan teknologi digital hasil dari
konvergensi antara teknologi
telekomunikasi, media dan informasi. Keberadaan internet ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dunia dari berbagai kalangan untuk berbagai
kegiatan, seperti mencari informasi, mengirim informasi dan melakukan kegiatan bisnis
atau non bisnis. Kegiatan ini dikenal sebagai kegiatan telematika (cyber activities). Di dalam cyber activities peran teknologi
sangat besar, karena semakin tinggi teknologin yang dimiliki maka semakin besar pula peluang
masyarakat untuk menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari.
Pengguna internet terbagi menjadi 2 yaitu pengguna aktif dan pengguna pasif.
Pengguna pasif adalah pengguna yang hanya membuka web pages di internet tanpa
melakukan interaksi baik dengan administrasi atau pengguna internet lainnya.
Sedangkan pengguna internet aktif adalah pengguna yang melakukan interaksi
dengan administrator atau dengan pengguna internet lainnya,
sebagai contoh pengguna aktif adalah belanja online, mengirim e-mail, dsb.
Pengguna aktif dapat menggunakan internet
sebagai kejahatan telematika ( cyber crime). Cyber crime adalah
kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan media internet, sebagai contoh
adalah hacking atau berusaha menyadap transmisi data orang lain seperti e-mail
dan memanipulasi data dengan menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam progammer komputer, ada juga carding yang mana mengambil data atau
mencuri data kartu yang dimiliki nasabah suatu bank untuk dapat mengambil uang
yang dimiliki nasabah demi keuntungan pribadi atau kelompok. Sehingga dalam
kejahatan komputer terdapat delik formil dan delik materiil.
Delik formil adalah perbuatan seseorang yang
memasuki komputer orang lain tanpa izin, sedangkan delik materiil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan memberikan informasi tambahan mengenai penanganan cyber
crime yang dilakukan oleh polri khususnya peranan reserse dalam menangani
tindak pidana cyber crime.
B.
Maksud dan Tujuan
Berdasarkan pada penjabaran latar belakang
diatas, maka dapat kita lihat bahwa dalam perkembangan informasi dan teknologi terdapat ketidaksesuaian
antara manfaat yang diberikan oleh perkembangan teknologi dengan perilaku pengguna yang terjadi pada kenyataannya sehingga menimbulkan suatu tindak
pidana cyber crime yang mana merugikan orang lain sebagai pengguna yang baik,
dan karena hal tersebut maka terdapat
BAB II
PEMBAHASAN
Cyber
Crime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan
teknologi internet. Beberapa pendapat mengidentikan cyber crime dengan computer
crime. The U.S. Department of Juctice memberikan pengertian computer cime
sebagai : “ any illegal act requiring knowledge of computer technology for its
perpetration, investigation, or prosecution”. Dalam tulisannya Andi Hamzah
(1989) berkata bahwa, “ Aspek-aspek Pidana di bidang komputer”, mengartikan
kejahatan computer sebagai : “kejahatan di bidang computer secara umum dapat
diartikan sebagai pengguna komputer secara illegal. Dari beberapa definisi
diatas, secara singkat dapat dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan
sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet
sebagai media utama yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi.
Dalam
kasus ini maka tentunya kita akan sulit melacak untuk menemukan siapa orang
yang melakukan kejahatan tersebut, tetapi bukan tidak mungkin pelakunya dapat
ditemukan. Bentuk cyber crime yang pada umumnya dikenal oleh masyarakat
dibedakan menjadi 3 (tiga) klasifikasi umum, yaitu :
a. Kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan
kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer
Ø Illegal acces (akses secara tidak sah terhadap sistem
komputer)
Ø Data Interference (mengganggu data komputer)
Ø System interference (mengganggu system komputer)
Ø Illegal interception in the computers, system, and
computers network operation (intersepsi secara tidak sah terhadap komputer,
sistem, dan jaringan operasional komputer).
Ø Data Theft (mencuri data)
Ø data leakage dan espionage (membocorkan data dan
memata-matai)
Ø Misuse of devices (menyalahgunakan peralatan komputer)
b. Kejahatan dunia maya yang menggunakan komputer sebagai
alat kejahatan
Ø Credit card fraud (penipuan kartu kredit)
Ø Bank fraud (penipuan terhadap anak)
Ø Identity theftandfraud (pencurian identitas dan
penipuan)
Ø Service offered fraud (penipuan melalui penawaran
suatu jasa)
Ø Computer related fraud (penipuan melalui komputer)
Ø Computer related forgery (pemalsuan melalui komputer)
Ø Computer related bitting (perjudian melalui komputer)
Ø Computer related extortion and threats (pemasaran dan
pengancaman melalui melalui computer)
c. Kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan isi atau
muatan data atau sistem komputer.
Ø Child pornography (pornografi anak)
Ø Infringements of copyright and related rights
(pelanggaran terhadap hak cipta dan
hakp-hak terkait.
Ø Drug trafficker (perdaran narkoba), dsb
Dengan
demikian maka cyber crime merupakan sebuah tindak pidana yang mana telah
melanggar hukum pidana yang menjadi ranah kerja polisi, sehingga sudah menjadi
tugas dan kewajiban bagi kepolisian untuk menangani kasus cyber crime yang
terjadi khususnya fungsi reserse yang bertindak dalam bidang represif dimana
berfungsi menindak setiap tindak pidana atau kejahatan yang terjadi di
masyarakat sehingga mengganggu dan merusak situasi kamtibmas yang ada.
Fungsi
Reserse dalam kepolisian memiliki peranan dalam menangani cyber crime dengan
dasar hukum yang kuat sehingga terbentuk satuan cyber crime dimana dasarnya
adalah Keputusan Kapolri Nomor : KEP / 54 / X / 2002 tanggal 17 Oktober 2002
yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, terutama
kegiatan penyidikan yang berhubungan dengan teknologi informasi,
telekomunikasi, serta transaksi elektonik.
Adapun
peran reserse yang khususnya dilaksanakan oleh satuan cyber crime dalam
menangani kasus tindak pidana cyber crime yaitu :
a.
Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan Transaksi
elektronik. ( Carding, Money
laundering, Pasar Modal, Pajak, Perbankan, Dll)
b.
Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tehnologi
komunikasi dan Informasi ( Penyadapan Telepon, Penyalahgunaan Voip, Penipuan
Melalui Ponsel)
c.
Penyelidikan kejahatan yang menggunakan Fasilitas Internet (Cyber
Gambling, Cyber terrorism,Cyber Fraud Cyber sex, Cyber Narcotism, Cyber
Smuggling, Cyber attacks on critical infrastructure, Cyber Balckmail, Cyber
Threatening, pencurian data, pencemaran nama baik, dll )
d.
Penyidikan Kejahatan Komputer ( Masuk ke System secara Illegal,
Ddos attack, Hacking,Tracking, Phreacing, Membuat dan menyebarkan yang bersifat
merusak) , Malicous Code al viruses, Worm, Rabbits,Trojan, dll
e.
Penyidikan kejahatan yang berhubungan dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual HAKI ( Pirated Software, rekaman Suara, Merubah tampilan Website )
Dalam melaksanakan tugas dan peranannya maka fungsi reserse
khususnya satuan cyber crime mendasari beberapa undang – undang yang terkait
dengan tindak pidana cyber crime yang mana salah satunya sebagai pedoman alat
bukti dalam pasal 184 KUHAP dimana alat – alat bukti ialah :
·
Keterangan
saksi
·
Keterangan
ahli
·
Surat
·
Petunjuk
·
Keterangan
terdakwa
Kemudian ada juga beberapa undang – undang yang terkait dengan tindak pidana cyber crime di Indonesia yang di ungkapkan oleh Kombes Pol Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M yaitu
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya
menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP.
Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena
melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam
KUHP pada cybercrime antara lain :
1) Pasal 362 KUHP
yang dikenakan untuk kasus
carding dimana pelaku
mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain walaupun
tidak secara fisik
karena hanya nomor
kartunya saja yang diambil dengan menggunakan
software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi
dan barang dikirimkan, kemudian
penjual yang ingin mencairkan uangnya
di bank ternyata
ditolak karena pemilik kartu
bukanlah orang yang melakukan
transaksi.
2) Pasal 378
KUHP dapat dikenakan untuk
penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual
suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga
orang tertarik untuk
membelinya lalu mengirimkan uang
kepada pemasang iklan.
Tetapi, pada kenyataannya, barang
tersebut tidak ada.
Hal tersebut diketahui
setelah uang dikirimkan dan barang
yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
3) Pasal 335 KUHP dapat
dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang
dikirimkan oleh pelaku untuk
memaksa korban melakukan sesuatu
sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh pelaku
dan jika tidak dilaksanakan akan
membawa dampak yang membahayakan. Hal
ini biasanya dilakukan
karena pelaku biasanya
mengetahui rahasia korban.
4) Pasal 311 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah
pelaku menyebarkan email
kepada teman-teman korban tentang suatu
cerita yang tidak benar
atau mengirimkan email ke
suatu mailing list
sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5) Pasal 303
KUHP dapat dikenakan
untuk menjerat permainan
judi yang dilakukan
secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6) Pasal 282 KUHP
dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak
beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat
sulit sekali untuk menindak pelakunya
karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut
diluar negri dimana pornografi yang
menampilkan orangdewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
7) Pasal 282
dan 311 KUHP
dapat dikenakan untuk
kasus penyebaran foto atau
film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma
Ayu-Bjah.
8) Pasal 378
dan 262 KUHP
dapat dikenakan pada
kasus carding, karena pelaku
melakukan penipuan
seolah-olah ingin membeli suatu
barang dan membayar dengan
kartu kreditnya yang nomor kartu
kreditnya merupakan curian.
9) Pasal 406 KUHP
dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik
orang lain, seperti
website atau program
menjadi tidak
berfungsi atau dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1
angka (8) Undang-
Undang No 19
Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, program computer
adalah sekumpulan intruksi
yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja
untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai
hasil yang khusus,
termasuk persiapan dalam
merancang intruksi-intruksi tersebut.
Hak cipta untuk program computer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga
program komputer/ software
yang sangat mahal
bagi warga negara Indonesia
merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta
menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.
Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00.
Penjualan dengan harga sangat
murah dibandingkan dengan software asli tersebut
menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang
dikeluarkan tidak lebih dari
Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software
di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya
sangat merugikan pemilik
hak cipta. Tindakan
pembajakan program komputer
tersebut juga merupakan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 ayat (3) yaitu
“Barang siapa dengan sengaja
dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program computer dipidana dengan
pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1
angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikas adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau system elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut,
makab Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk
alat komunikasi karena dapat mengirimkan
dan menerima setiap informasi dalam
bentuk gambar, suara maupun film
dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu
ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan
sanksi dengan menggunakan
Undang-Undang ini, terutama
bagi para hacker yang masuk ke sistem
jaringan milik orang lain sebagaimana
diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan tanpa
Hak,
tidak sah atau memanipulasi:
a) Akses ke
jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa
telekomunikasi
c) Akses ke
jaringan telekomunikasi khusus
Apabila anda melakukan hal
tersebut seperti yang
pernah terjadi pada
website KPU www.kpu.go.id, maka
dapat dikenakan Pasal
50 yang berbunyi “Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang
No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun
1997 tanggal 24 Maret
1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk
mengatur pengakuan atas mikrofilmdan media
lainnya (alat penyimpan
informasi yang bukan
kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keaslian
dokumen yang dialihkan atau ditransformas ikan. Misalnya Compact
Disk - Read Only Memory
(CD - ROM), dan Write -
Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam
Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
e. Undang-Undang No
25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang Undang-Undang
ini merupakan Undang-Undang
yang paling ampuh
bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi
mengenai tersangka yang melakukan
penipuan melalui internet, karena
tidak memerlukan prosedur birokrasi
yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan
salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf
q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan
identitas dan data
perbankan yang dimiliki
oleh tersangka tanpa harus mengikuti
peraturan sesuai dengan
yang diatur dalam
Undang-Undang
Perbankan.
Dalam Undang-Undang Perbankan
identitas dan data
perbankan merupakan bagian dari
kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan
data tersebut, prosedur yang harus dilakukan
adalah mengirimkan surat
dari Kapolda ke
Kapolri untuk diteruskan ke
Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan waktu
yang cukup lama untuk
mendapatkan data dan informasi
yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses
tersebut lebih cepat karena
Kapolda cukup mengirimkan
surat kepada Pemimpin
Bank Indonesia di daerah tersebut
dengan tembusan kepada Kapolri
dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga
data dan informasi yang
dibutuhkan lebih cepat didapat
dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena
data yang diberikan
oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi
pendaftaran, jumlah rekening masuk
dan keluar serta
kapan dan dimana
dilakukan transaksi maka penyidik
dapat menelusuri keberadaan pelaku
berdasarkan data – data
tersebut. Undang-Undang ini
juga mengatur mengenai
alat bukti elektronik
atau digital evidence sesuai
dengan Pasal 38 huruf
b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic
atau yang serupa dengan itu. Undang-Undang
No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003,
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan
Pasal 27 huruf
b yaitu alat
bukti lain berupa informasi
yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan
alat optic atau yang berupa
dengan itu. Digital evidence
atau alat bukti
elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus
terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan
dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima
perintah atau menyampaikan kondisi
di lapangan karena
para pelaku mengetahui
pelacakan terhadap Internet
lebih sulit dibandingkan
pelacakan
melalui handphone. Fasilitas yang sering
digunakan
adalah e-mail dan
chat room selain
mencari informasi dengan menggunakan search
engine serta melakukan propaganda
melalui bulletin board atau
mailing list.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Cyber Crime merupakan bentuk-bentuk
kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet dan polisi memiliki
tanggung jawab menangani hal tersebut sehingga di bentuk satuan cyber crime
dalam fungsi reserse berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor : KEP / 54 / X / 2002
tanggal 17 Oktober 2002 yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana khusus, terutama kegiatan penyidikan yang berhubungan dengan teknologi
informasi, telekomunikasi, serta transaksi elektonik . Peran satuan cyber crime
dalam fungsi reserse adalah :
a.
Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan Transaksi
elektronik. ( Carding, Money
laundering, Pasar Modal, Pajak, Perbankan, Dll)
b.
Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tehnologi
komunikasi dan Informasi ( Penyadapan Telepon, Penyalahgunaan Voip, Penipuan
Melalui Ponsel)
c.
Penyelidikan kejahatan yang menggunakan Fasilitas Internet (Cyber
Gambling, Cyber terrorism,Cyber Fraud Cyber sex, Cyber Narcotism, Cyber
Smuggling, Cyber attacks on critical infrastructure, Cyber Balckmail, Cyber
Threatening, pencurian data, pencemaran nama baik, dll )
d.
Penyidikan Kejahatan Komputer ( Masuk ke System secara Illegal,
Ddos attack, Hacking,Tracking, Phreacing, Membuat dan menyebarkan yang bersifat
merusak) , Malicous Code al viruses, Worm, Rabbits,Trojan, dll
e.
Penyidikan kejahatan yang berhubungan dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual HAKI ( Pirated Software, rekaman Suara, Merubah tampilan Website )
Kemudian
beberapa undang – undang yang mendasari kinerja fungsi reserse khususnya satuan
cyber crime yaitu :
a.
KUHAP
b.
KUHP
c.
Undang-Undang No
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
d. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
e. Undang-Undang
No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
f.
Undang-Undang No
25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas
Undang-Undang No. 15
Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
B. Saran
Alangkah
baiknya bila dalam penggunaan komputer yang berkaitan dengan dunia maya dapat
diberikan pengaman sehingga dapat meminimalisir korban tindak pidana cyber
crime.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar